Pak Haji dan Ringkikan Kuda

Sebagai tokoh pejuang, dia tak hanya meninggalkan karya-karya intelektual tapi juga cerita-cerita segar.


Pak Haji dan Ringkikan Kuda
HAJI Agus Salim dikenal sebagai tokoh Indonesia yang pandai berbicara dalam berbagai bahasa dunia. Bukan saja bahasa negara-negara selain Indonesia, namun juga bahasa-bahasa daerah. Bahkan begitu menguasainya, hingga ia bisa meniru logat tokoh-tokoh penjahat yang ia dapat dari pertunjukan drama atau tonil.
Kendati hampir sebagain besar tidak mengeyam bangku pendidikan formal, kemampuan menguasai berbagai bahasa tersebut ternyata menurun pula kepada semua putra dan putrinya. Termasuk kepada Muhammad Islam yang sangat pandai sekali berbahasa Inggris. Kepandaian itu pula yang membuat Jef Last, salah seorang tokoh sosialis Belanda terkesan dan merasa penasaran. Untuk menuntaskan keingintahuannya itu. Suatu hari Jef menanyakan soal tersebut secara langsung kepada Agus Salim.
“Pak Haji bagaimana bisa, Islam begitu fasih berbahasa Inggris kalau dia tidak pernah disekolahkan?” tanya Jef seperti termaktub dalam buku Seratus Tahun Haji Agus Salim.
Ditanya demikian, Agus Salim malah balik bertanya kepada Jef: “Apakah anda pernah dengar tentang sebuah sekolah di mana kuda diajari meringkik? Kuda-kuda tua meringkik sebelum kami, dan anak-anak kuda ikut meringkik. Begitu pun saya meringkik dalam bahasa Inggris dan Islam pun ikut meringkik, juga dalam bahasa Inggris…”
Di lain waktu, kala Agus Salim mengunjungi Amerika Serikat kali pertama pada 1947, beberapa jurnalis muda setempat secara iseng menanyakan pendapat Haji Agus Salim mengenai new look, busana yang tengah menjadi trend para gadis Amerika ketika itu.
Apa jawaban Agus Salim: “Rok-roknya memang bagus sekali, tetapi menurut pendapat saya betis-betis di bawah rok-rok itu malah lebih bagus.”
Karena kecerdikannya dalam berdiplomasi, Agus Salim kerap dipanggil oleh pers Barat sebagai The Old Fox (Srigala Tua). Sebutan itu sangat populis hingga di kalangan para pejabat pemerintahan Republik. Namun tak ada orang yang menyangka, julukan tersebut akan memicu terjadinya suatu kejadian lucu di tahun 1946.
Ceritanya, sebelum meninggalkan Indonesia, tentara Inggris mengadakan pesta perpisahan. Dalam situasi yang sangat sentimental itu, ada beberapa perwira Inggris yang berinisiatif mengadakan toast tradisional Inggris yakni to the old folks at home.
Karena tidak mengerti dengan tradisi tersebut dan salah paham dengan istilah itu (old folks bunyinya hampir sama dengan old fox), maka begitu diserukan kata-kata itu, orang-orang Indonesia ramai-ramai bangkit sambil menjawabnya: Haji Agus Salim. HAS sendiri cuma senyum mesem saja melihat peristiwa itu.
Lain lagi kisah pertemuan antara Agus Salim dengan Buya Hamka. Menurut salah satu cucu Agus Salim, Agustanzil Sjahroezah, pada suatu hari di tahun 1927 pemuda Hamka yang tengah menimba ilmu di Mekah pernah dinasihati oleh Agus Salim. Nasehatnya supaya Hamka jangan terlalu lama tinggal di tanah suci tersebut. Menurut Agus Salim, Hamka harus mengikuti jejak sang ayah: Syaikh Abdul Karim Amrullah yang jadi ulama besar di alam tanah air sendiri. Kata Agus Salim, soal-soal agama yang timbul di Indonesia yang harus memecahkan masalahnya adalah orang Indonesia sendiri.
“Kalau engkau terbenam bertahun-tahun di Mekah, pulangnya kau hanya akan menjadi tukang baca doa di pesta kendurian,” ujar Agus Salim.
Namun tak banyak orang tahu jika sang diplomat terkemuka Indonesia itu pernah “dikalahkan” oleh seorang sais andong. Menurut salah satu putri Agus Salim, almarhumah Bibsy Soenharjo saat tinggal di Yogyakarta pada 1948, Agus Salim pernah menaiki sebuah andong. Saat mulai berjalan tiba-tiba terdengar suara dari bagian belakang tubuh kuda dibarengi bau tak sedap. Rupanya kuda tersebut tengah buang gas.
“Wah kudanya masuk angin,” ujar Agus Salim secara spontan.
“Salah Pak, bukan masuk angin, tapi keluar angin,” jawab Si Sais Andong.
Demi mendengar bantahan itu, Agus Salim langsung terdiam namun sambil tersenyum. Rupanya itu pertanda bahwa Agus Salim membenarkan jawaban sang sais andong tersebut.
sumber: https://historia.id/histeria/articles/pak-haji-dan-ringkikan-kuda

Komentar