Salah satu cerita dalam novel "The Historian" oleh Elizabeth Kostova menggambarkan kekalahan besar Dracula (Vlad III dari Wallachia) dengan Kejatuhan Konstantinopel 1453
BELUM lama ini kita dikagetkan dengan sebuah film berjudul “Dracula Untold”.
Film yang mengkisahkan tentang Vlad Tepes (diperankan Luke Evans),
seorang seorang kesatria yang sangat hebat namun dia harus menghadapi
seorang sultan jahat yang mengancam seluruh orang di desanya.
Film berkategori ‘dark-fantasy-action-horror’ ini
mengisahkan Vlad III (sosok Dracula) yang sedang berkuasa di
Transylvania kedatangan utusan dari Kesultanan Turki Utsmani yang
dipimpin oleh Hamza Bey untuk menyerahkan 1.000 laki-laki untuk
dijadikan pasukan khusus bagi Sultan Mehmed II (menggambarkan sosok
Sultan Muhammad Al Fatih).
Film ini sebenarnya cara Barat ingin memutar sejarah dengan cara
mencitrakan sosok Sultan Al Fatih yang agung dengan penggambaran Sultan
Al Fatih yang bengis.
Benarkah Dracula itu ada?
Dracula selama ini hanya dikenal sebagai tokoh fiksi berwujud setan
yang haus darah. Padahal, ia panglima Perang Salib yang membantai lebih
dari 300 ribu umat Islam.
Nama aslinya Vlad Tepes (dibaca Tse-pesh). Dia lahir sekitar bulan
Desember 1431 M di Benteng Sighisoara, Transylvania, Rumania. Ayahnya
bernama Basarab (Vlad II), yang terkenal dengan sebutan Vlad Dracul,
karena keanggotaannya dalam Orde Naga.
Dalam bahasa Rumania, Dracul berarti naga. Sedangkan akhiran ulea
artinya ”anak dari”. Dari gabungan kedua kata itu, Vlad Tepes dipanggil
dengan nama Vlad Draculea (dalam bahasa Inggris dibaca Dracula), yang
berarti anak dari sang naga.
Ayah Dracula adalah seorang panglima militer yang lebih sering berada
di medan perang ketimbang di rumah. Praktis Dracula hanya mengenal
sosok sang ibu, Cneajna, seorang bangsawan dari kerajaan Moldavia.
Sang ibu memang memberikan kasih sayang dan pendidikan bagi Dracula.
Namun itu tidak cukup untuk menghadapi situasi mencekam di Wallachia
(sekarang bagian dari Rumania) saat itu. Pembantaian sudah menjadi
tontonan harian. Seorang raja yang semalam masih berkuasa, di pagi hari
kepalanya sudah diarak keliling kota oleh para pemberontak.
Pada usia 11 tahun, Dracula bersama adiknya, Radu, dikirim ke Turki.
Hal ini dilakukan sang Ayah sebagai jaminan kesetiaannya kepada kerajaan
Turki Ustmani yang telah membantunya merebut tahta Wallachia dari
tangan Janos Hunyadi.
Selama di Turki, kakak beradik ini memeluk agama Islam, bahkan mereka
juga sekolah di madrasah untuk belajar ilmu agama. Tak seperti adiknya
yang tekun belajar, Dracula justru sering mencuri waktu untuk melihat
eksekusi hukuman mati di alun-alun.
Begitu senangnya dia melihat kepala-kepala tanpa badan dipancang di
ujung tombak sampai-sampai sehari saja tidak ada hukuman mati, dia
segera menangkap burung atau tikus, kemudian menyiksanya dengan tombak
kecil sampai mati.
Dengan status Muslimnya, Dracula mempunyai kesempatan belajar
kemiliteran pada para prajurit Turki yang terkenal andal dalam
berperang. Dalam waktu singkat dia bisa menguasai seni berperang Turki,
bahkan melebihi prajurit Turki lainnya.
Hal ini menarik perhatian Sultan Muhammad II (di Eropa disebut Sultan
Mehmed II). Hingga pada tahun 1448 M, menyusul kematian ayah dan
kakaknya, Mircea, yang dibunuh dalam kudeta yang diorganisir Janos
Hunyadi, Kerajaan Turki mengirim Dracula untuk merebut Wallachia dari
tangan salib Kerajaan Honggaria. Saat itu Dracula berusia 17 tahun.
Aksi Biadab Dracula
Dengan bantuan Turki, Dracula dapat merebut tahta
Wallachia. Setelah itu, sebagian besar pasukan kembali ke Turki dengan
menyisakan sebagian kecil di Wallachia. Tanpa pernah diduga, Dracula
murtad dan berkhianat. Dia menyatakan memisahkan diri dari Turki.
Para prajurit Turki yang tersisa di Wallachia ditangkapi. Setelah
beberapa hari disekap di ruang bawah tanah, mereka diarak telanjang
bulat menuju tempat eksekusi di pinggir kota. Di tempat ini seluruh sisa
prajurit Turki dieksekusi dengan cara disula, yakni dengan ditusuk duburnya dengan balok runcing sebesar lengan, kemudian dipancangkan di tengah lapangan.
Dua bulan kemudian Janos Hunyadi berhasil merebut tahta Wallachia
dari tangan Dracula. Namun, pada tahun 1456 hingga 1462 Dracula kembali
berkuasa di Wallachia. Masa pemerintahannya kali ini adalah masa-masa
teror yang sangat mengerikan. Yang menjadi korban aksi sadisnya bukan
hanya umat Islam yang tinggal di Wallachia, tapi juga tuan tanah dan
rakyat Wallachia yang beragama Katolik.
Di hari Paskah tahun 1459, Dracula mengumpulkan para bangsawan dan
tuan tanah beserta keluarganya di sebuah gereja dalam sebuah jamuan
makan. Setelah semuanya selesai makan, dia memerintahkan semua orang
yang ada di tempat itu ditangkap.
Para bangsawan yang terlibat pembunuhan ayah dan kakaknya dibunuh
dengan cara disula. Sedang lainnya dijadikan budak pembangunan benteng
untuk kepentingan darurat di kota Poenari, di tepi sungai Agres.
Sejarawan Yunani, Chalcondyles, memperkirakan jumla semua tahanan
mencapai 300 kepala keluarga, terdiri dari laki-laki dan perempuan,
orang tua, bahkan anak-anak.
Aksi Dracula terhadap umat Islam di Wallachia jauh lebih sadis lagi.
Selama masa kekuasaannya, tak kurang dari 300 ribu umat Islam
dibantainya. Peristiwa sadis ini diawali dari pembantaian para prajurit
Turki setelah Dracula mengumumkan perlawanannya terhadap negara itu.
Kemudian, pada 1456, Dracula membakar hidup-hidup 400 pemuda Turki
yang sedang menimba ilmu pengetahuan di Wallachia. Mereka ditangkapi,
ditelanjangi, diarak keliling kota, lalu dimasukkan ke dalam sebuah
aula. Aula tersebut dibakar dengan ratusan pemuda Turki di dalamnya.
Aksi brutal lainnya adalah pembakaran para petani dan fakir miskin
Muslim Wallachia pada acara penobatan kekuasaannya. Para petani dan
fakir miskin ini dikumpulkan dalam jamuan makan malam di salah satu
ruangan istana. Tanpa sadar mereka dikunci dari luar, kemudian ruangan
itu dibakar.
Dendam Dracula terhadap Turki dan Islam semakin menjadi. Untuk
menyambut hari peringatan St. Bartholome, 1459, dia memerintahkan
pasukannya untuk menangkapi para pedagang Turki yang ada di Wallachia.
Dalam waktu sebulan terkumpullah 30 ribu pedagang Turki beserta
keluarganya. Para pedagang yang ditawan ditelanjangi lalu digiring
menuju lapangan penyulaan.
Lalu mereka disula satu persatu. Dracula juga menyebar virus penyakit
mematikan ke wilayah-wilayah yang didiami kaum Muslimin. Dia juga
memerintahkan pasukannya meracuni Sungai Danube untuk membunuh pasukan
Turki yang membangun kubu pertahanan di selatan sungai tersebut.
Hutan Mayat yang Tersula
Pada 1462 M, Sultan Turki, Muhammad II mengirim 60 ribu pasukan untuk menangkap Dracula hidup atau mati. Pemimpin pasukan adalah Radu, adik kandung Dracula. Mengetahui
rencana serangan ini, Dracula menyiapkan aksi terkejamnya untuk
menyambut pasukan Turki.
Sepekan sebelum penyerangan, dia memerintahkan pasukannya untuk
memburu seluruh umat Islam yang tersisa di wilayahnya. Terkumpullah 20
ribu umat Islam yang terdiri dari pasukan Turki yang tertawan, para
petani, dan rakyat lainnya.
Selama empat hari mereka digiring dengan telanjang bulat dari
Tirgoviste menuju tepi Sungai Danube. Dua hari sebelum pertempuran, para
tawanan disula secara masal di sebuah tanah lapang. Mayat-mayat tersula
tersebut kemudian diseret menuju tepi sungai’ lalu dipancang di kiri
dan kanan jalan, yang membentang sejauh 10 km untuk menyambut pasukan
Turki.
Pemandangan mengerikan ini hampir membuat pasukan Turki turun mental.
Namun, semangat mereka kembali bangkit saat melihat sang Sultan begitu
berani menerjang musuh. Mereka terus merangsek maju, mendesak pasukan
Dracula melewati Tirgoviste hingga ke Benteng Poenari.
Pasukan Turki yang dipimpin Radu berhasil mengepung Benteng Poenari.
Merasa terdesak, isteri Dracula memilih bunuh diri dengan terjun dari
salah satu menara benteng. Sedang Dracula melarikan diri ke Honggaria
melalui lorong rahasia.
Hingga tahun 1475 M, Wallachia dikuasai oleh Kerajaan Turki, sebelum
akhirnya direbut kembali oleh Dracula yang disokong pasukan Salib dari
Transylvania dan Moldavia.
Dracula tewas dalam pertempuran melawan pasukan Turki pimpinan Sultan
Muhammad II di tepi Danau Snagov, pada Desember 1476. Kepala Dracula
dipenggal, kemudian dibawa ke Konstantinopel untuk dipertunjukkan kepada
rakyat Turki. Sedang badannya dikuburkan di Biara Snagov oleh para
biarawan. Namun, Pemerintah Rumania menganggapnya sebagai pahlawan
nasional karena kematiannya dalam perang melawan Islam.
Selain melalui cerita turun-temurun rakyat Rumania, bukti-bukti
sejarah terkait riwayat kelam Drakula juga tercatat dengan baik di
sejumlah pamflet yang beredar di Jerman dan Rusia. *
sumber: https://www.hidayatullah.com/kajian/sejarah/read/2015/02/18/39149/dracula-kisah-nyata-pembantai-umat-islam
Komentar
Posting Komentar