Dracula: Kisah Nyata Pembantai Umat Islam

Dracula: Kisah Nyata Pembantai Umat Islam [2]

Salah satu cerita dalam novel "The Historian" oleh Elizabeth Kostova menggambarkan kekalahan besar Dracula (Vlad III dari Wallachia) dengan Kejatuhan Konstantinopel 1453

BELUM lama ini kita dikagetkan dengan sebuah film berjudul Dracula Untold. Film yang mengkisahkan tentang Vlad Tepes (diperankan Luke Evans), seorang seorang kesatria yang sangat hebat namun dia harus menghadapi seorang sultan jahat yang mengancam seluruh orang di desanya.

Film berkategori ‘dark-fantasy-action-horror’ ini mengisahkan Vlad III (sosok Dracula) yang sedang berkuasa di Transylvania kedatangan utusan dari Kesultanan Turki Utsmani yang dipimpin oleh Hamza Bey untuk menyerahkan 1.000 laki-laki untuk dijadikan pasukan khusus bagi Sultan Mehmed II (menggambarkan sosok Sultan Muhammad Al Fatih).

Film ini sebenarnya cara Barat ingin memutar sejarah dengan cara mencitrakan sosok Sultan Al Fatih yang agung dengan penggambaran  Sultan Al Fatih yang bengis.


Benarkah Dracula itu ada?
Dracula selama ini hanya dikenal sebagai tokoh fiksi berwujud setan yang haus darah. Padahal, ia panglima Perang Salib yang membantai lebih dari 300 ribu umat Islam.

Nama aslinya Vlad Tepes (dibaca Tse-pesh). Dia lahir sekitar bulan Desember 1431 M di Benteng Sighisoara, Transylvania, Rumania. Ayahnya bernama Basarab (Vlad II), yang terkenal dengan sebutan Vlad Dracul, karena keanggotaannya dalam Orde Naga.

Dalam bahasa Rumania, Dracul berarti naga. Sedangkan akhiran ulea artinya ”anak dari”. Dari gabungan kedua kata itu, Vlad Tepes dipanggil dengan nama Vlad Draculea (dalam bahasa Inggris dibaca Dracula), yang berarti anak dari sang naga.

Ayah Dracula adalah seorang panglima militer yang lebih sering berada di medan perang ketimbang di rumah. Praktis Dracula hanya mengenal sosok sang ibu, Cneajna, seorang bangsawan dari kerajaan Moldavia.

Sang ibu memang memberikan kasih sayang dan pendidikan bagi Dracula. Namun itu tidak cukup untuk menghadapi situasi mencekam di Wallachia (sekarang bagian dari Rumania) saat itu. Pembantaian sudah menjadi tontonan harian. Seorang raja yang semalam masih berkuasa, di pagi hari kepalanya sudah diarak keliling kota oleh para pemberontak.

Pada usia 11 tahun, Dracula bersama adiknya, Radu, dikirim ke Turki. Hal ini dilakukan sang Ayah sebagai jaminan kesetiaannya kepada kerajaan Turki Ustmani yang telah membantunya merebut tahta Wallachia dari tangan Janos Hunyadi.

Selama di Turki, kakak beradik ini memeluk agama Islam, bahkan mereka juga sekolah di madrasah untuk belajar ilmu agama. Tak seperti adiknya yang tekun belajar, Dracula justru sering mencuri waktu untuk melihat eksekusi hukuman mati di alun-alun.

Begitu senangnya dia melihat kepala-kepala tanpa badan dipancang di ujung tombak sampai-sampai sehari saja tidak ada hukuman mati, dia segera menangkap burung atau tikus, kemudian menyiksanya dengan tombak kecil sampai mati.

Dengan status Muslimnya, Dracula mempunyai kesempatan belajar kemiliteran pada para prajurit Turki yang terkenal andal dalam berperang. Dalam waktu singkat  dia bisa menguasai seni berperang Turki, bahkan melebihi prajurit Turki lainnya.

Hal ini menarik perhatian Sultan Muhammad II (di Eropa disebut Sultan Mehmed II). Hingga pada tahun 1448 M, menyusul kematian ayah dan kakaknya, Mircea, yang dibunuh dalam kudeta yang diorganisir Janos Hunyadi, Kerajaan Turki mengirim Dracula untuk merebut Wallachia dari tangan salib Kerajaan Honggaria. Saat itu Dracula berusia 17 tahun.

Aksi Biadab Dracula
Dengan bantuan Turki, Dracula dapat merebut tahta Wallachia. Setelah itu, sebagian besar pasukan kembali ke Turki dengan menyisakan sebagian kecil di Wallachia. Tanpa pernah diduga, Dracula murtad dan berkhianat. Dia menyatakan memisahkan diri dari Turki.

Para prajurit Turki yang tersisa di Wallachia ditangkapi. Setelah beberapa hari disekap di ruang bawah tanah, mereka diarak telanjang bulat menuju tempat eksekusi di pinggir kota. Di tempat ini seluruh sisa prajurit Turki dieksekusi dengan cara disula, yakni dengan ditusuk duburnya dengan balok runcing sebesar lengan, kemudian dipancangkan di tengah lapangan.
 
Dua bulan kemudian Janos Hunyadi berhasil merebut tahta Wallachia dari tangan Dracula. Namun, pada tahun 1456 hingga 1462 Dracula kembali berkuasa di Wallachia. Masa pemerintahannya kali ini adalah  masa-masa teror yang sangat mengerikan. Yang menjadi korban aksi sadisnya bukan hanya umat Islam yang tinggal di Wallachia, tapi juga tuan tanah dan rakyat Wallachia yang beragama Katolik.

Di hari Paskah tahun 1459, Dracula mengumpulkan para bangsawan dan tuan tanah beserta keluarganya di sebuah gereja dalam sebuah jamuan makan. Setelah semuanya selesai makan, dia memerintahkan semua orang yang ada di tempat itu ditangkap.

Para bangsawan yang terlibat pembunuhan ayah dan kakaknya dibunuh dengan cara disula. Sedang lainnya dijadikan budak pembangunan benteng untuk kepentingan darurat di kota Poenari, di tepi sungai Agres.

Sejarawan Yunani, Chalcondyles, memperkirakan jumla semua tahanan mencapai 300 kepala keluarga, terdiri dari laki-laki dan perempuan, orang tua, bahkan anak-anak.

Aksi Dracula terhadap umat Islam di Wallachia jauh lebih sadis lagi. Selama masa kekuasaannya, tak kurang dari 300 ribu umat Islam dibantainya. Peristiwa sadis ini diawali dari pembantaian para prajurit Turki setelah Dracula mengumumkan perlawanannya terhadap negara itu.

Kemudian, pada 1456, Dracula membakar hidup-hidup 400 pemuda Turki yang sedang menimba ilmu pengetahuan di Wallachia. Mereka ditangkapi, ditelanjangi, diarak keliling kota, lalu dimasukkan ke dalam sebuah aula. Aula tersebut dibakar dengan ratusan pemuda Turki di dalamnya.
 
Aksi brutal lainnya adalah pembakaran para petani dan fakir miskin Muslim Wallachia pada acara penobatan kekuasaannya. Para petani dan fakir miskin ini dikumpulkan dalam jamuan makan malam di salah satu ruangan istana. Tanpa sadar mereka dikunci dari luar, kemudian ruangan itu dibakar.

Dendam Dracula terhadap Turki dan Islam semakin menjadi. Untuk menyambut hari peringatan St. Bartholome, 1459, dia memerintahkan pasukannya untuk menangkapi para pedagang Turki yang ada di Wallachia.

Dalam waktu sebulan terkumpullah 30 ribu pedagang Turki beserta keluarganya. Para pedagang yang ditawan ditelanjangi lalu digiring menuju lapangan penyulaan.

Lalu mereka disula satu persatu. Dracula juga menyebar virus penyakit mematikan ke wilayah-wilayah yang didiami kaum Muslimin. Dia juga memerintahkan pasukannya meracuni Sungai Danube untuk membunuh pasukan Turki yang membangun kubu pertahanan di selatan sungai tersebut.

Hutan Mayat yang Tersula
Pada 1462 M, Sultan Turki, Muhammad II mengirim 60 ribu pasukan untuk menangkap Dracula hidup atau mati. Pemimpin pasukan adalah Radu, adik kandung Dracula. Mengetahui rencana serangan ini, Dracula menyiapkan aksi terkejamnya untuk menyambut pasukan Turki.
 
Sepekan sebelum penyerangan, dia memerintahkan pasukannya untuk memburu seluruh umat Islam yang tersisa di wilayahnya. Terkumpullah 20 ribu umat Islam yang terdiri dari pasukan Turki yang tertawan, para petani, dan rakyat lainnya.

Selama empat hari mereka digiring dengan telanjang bulat dari Tirgoviste menuju tepi Sungai Danube. Dua hari sebelum pertempuran, para tawanan disula secara masal di sebuah tanah lapang. Mayat-mayat tersula tersebut kemudian diseret menuju tepi sungai’ lalu dipancang di kiri dan kanan jalan, yang membentang sejauh 10 km untuk menyambut pasukan Turki.

Pemandangan mengerikan ini hampir membuat pasukan Turki turun mental. Namun, semangat mereka kembali bangkit saat melihat sang Sultan begitu berani menerjang musuh. Mereka terus merangsek maju, mendesak pasukan Dracula melewati Tirgoviste hingga ke Benteng Poenari.

Pasukan Turki yang dipimpin Radu berhasil mengepung Benteng Poenari. Merasa terdesak, isteri Dracula memilih bunuh diri dengan terjun dari salah satu menara benteng. Sedang Dracula melarikan diri ke Honggaria melalui lorong rahasia.

Hingga tahun 1475 M, Wallachia dikuasai oleh Kerajaan Turki, sebelum akhirnya direbut kembali oleh Dracula yang disokong pasukan Salib dari Transylvania dan Moldavia.

Dracula tewas dalam pertempuran melawan pasukan Turki pimpinan Sultan Muhammad II di tepi Danau Snagov, pada Desember 1476. Kepala Dracula dipenggal, kemudian dibawa ke Konstantinopel untuk dipertunjukkan kepada rakyat Turki. Sedang badannya dikuburkan di Biara Snagov oleh para biarawan. Namun, Pemerintah Rumania menganggapnya sebagai pahlawan nasional karena kematiannya dalam perang melawan Islam.

Selain melalui cerita turun-temurun rakyat Rumania, bukti-bukti sejarah terkait riwayat kelam Drakula juga tercatat dengan baik di sejumlah pamflet yang beredar di Jerman dan Rusia. *

sumber: https://www.hidayatullah.com/kajian/sejarah/read/2015/02/18/39149/dracula-kisah-nyata-pembantai-umat-islam


Komentar