Operasi Penyelamatan Seorang Pastor dari Kahar Muzakkar


Pasukan Kahar Muzakkar pernah menculik seorang pemuka agama berkebangsaan Belgia. TNI kemudian mengembalikannya ke Vatikan.


Operasi Penyelamatan Seorang Pastor dari Kahar Muzakkar
 Pastor Harry Versteden dan Kahar Muzakar. (Uit het Oirschotse Roomse Leven).
DI tengah konflik TNI dengan pasukan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) pimpinan Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan terdapat satu kisah penyelamatan seorang pastor asal Belgia. Adalah Harry Versteden, pemuka Katolik di Minangga, Tana Toraja yang pernah menjadi korban penculikan oleh DI/TII.
“Pastor Harry Versteden dari CICM (Congregation of the Immaculate Heart of Mary) pernah disekap di pedalaman selama sembilan tahun,” tulis Huub JWM Boelaars dalam Indonesianisasi: Dari Gereja Katolik di Indonesia Menjadi Gereja Katolik Indonesia.
Versteden diberitakan mulai menghilang sejak 12 Februari 1953. Menurut para saksi, ia telah dibawa oleh sekelompok orang bersenjata dari tempat peribadatan di Minangga, Tana Toraja, Sulawesi Selatan, dengan alasan untuk menyambuhkan orang sakit lewat pelayanan sakramen. Kedatangan sekelompok orang itu juga disebutkan dalam kesaksian kolega Verstedan, M. Pijnenburg dalam tulisan Uit het Oirschotse Roomse leven oleh Clari van Esch-van Hout.
Dalam tulisan itu, Pijnenburg mengaku mendapat surat tulisan tangan dari Versteden sendiri yang dikirimkan orang tak dikenal pada 19 Februari 1953. Surat yang intinya berisi bahwa dia masih hidup setelah sepekan diculik sekelompok orang yang belakangan, diketahui merupakan bagian dari pasukan DI/TII pimpinan Kahar Muzakkar.
“Kamis saya ditangkap ketika saya tengah memasuki sebuah kampung. Sekarang saya ditahan sampai ada keputusan lanjutan (tentang nasibnya). Tak perlu mengkhawatirkan saya. Saya baik-baik saja dan diperlakukan baik oleh para penahan saya. Doakanlah saya,” demikian isi surat Versteden kepada Pijnenburg.
Seiring terdesaknya posisi pasukan Kahar Muzakkar, Versteden diberitakan terlihat bersama rombongan perwakilan Kahar Muzakkar yang hendak berunding dengan TNI di Makassar. Kehadirannya di antara rombongan itu segera diketahui Mayor Rais Abin, Kepala Staf Penguasa Perang Kodam Hasanuddin, bawahan langsung panglima teritorial Kolonel M Jusuf . Nama terakhir merupakan pimpinan TNI yang menemui rombongan DI/TII pada September 1961.
Setelah menyelidiki lebih cermat, Mayor Rais baru menhetahui bahwa Versteden sudah menjadi seorang muslim. Dengan mata kepalanya sendiri, ia bahkan pernah melihat Versteden ikut melakukan shalat di rumah seorang perwira TNI sebelum perundingan berlangsung.
“Begitu datang, ia langsung menggelar sajadah dan salat, lengkap dengan peci dan celana panjang dililit sarung,” ungkap Rais dalam biografinya Rais Abin: Dari Ngarai ke Gurun Sinai.
Rupanya sejak diculik pada 1957 lalu, selain diislamkan, Versteden juga dimanfaatkan oleh Kahar Muzakkar untuk memantau siaran-siaran radio dan sejumlah surat kabar luar negeri.
Beberapa waktu sebelum perundingan mulai, tetiba datanglah utusan Uskup Agung Makassar bernama Scheurs, seorang pastor yang juga berasal dari Belgia. Kepada Rais Abin, Scheurs menyampaikan permintaan Uskup Agung untuk bisa bertemu Versteden kepada Rais Abin. Permintaan itu kemudian diteruskan ke Kolonel M. Jusuf. Atasan Rais itu justru meninginkan Versteden diselamatkan.
“Tapi jangan sampai ketahuan sama si Kahar. Aku ingin selamatkan pastor ini. Mungkin berefek positif bagi negara, di mata internasional,” ungkap Jusuf kepada Rais Abin.
Dibantu sejumlah perwira lainnya, Rais Abin mulai mengatur siasat. Usaha menyelamatkan sang pastor, dirasa takkan berhasil tanpa peran Versteden sendiri. Rais Abin pun minta Versteden untuk mengumbar berita bohong bahwa dia telah diculik sekelompok orang dan dibawa pergi ke Jakarta.
“Anda harus ikut berperan. Mungkin bertentangan dengan jiwa Anda yang tidak boleh berbohong. Tetapi pada waktunya nanti, Anda harus melaporkan bahwa Anda diculik,” ujar Rais kepada Versteden dalam suatu pertemuan rahasia.
Lewat operasi senyap, TNI berhasil membawa Versteden ke Lapangan Terbang Mandai, Maros, Sulawesi Selatan, tanpa sepengetahuan Kahar Muzakkar yang memang belum datang ke tempat perundingan. Di Mandai itulah sebelum terbang ke Jakarta, Versteden diminta mengontak anak buah Kahar Muzakkar dan mengatakan bahwa dia diculik.
Segera setelah mengontak seseorang di DI/TII, Versteden dibawa terbang ke Jakarta dan sehari kemudian, dikirim ke Vatikan oleh Keuskupan Jakarta. Di Vatikan oleh Sri Paus Yohannes XXIII, Versteden kembali diberkati untuk kembali menjadi seorang pastor. Terakhir pada 1987, Versteden ditempatkan pada salah satu daerah terpencil di pulau Luzon, Filipina.
Dalam Operasi Tumpas Kilat pimpinan Kolonel Solichin GP, Kahar Muzakkar sendiri tewas diterjang timah panas yang disemburkan Carl Gustaf milik Kopral Sadeli di dekat Sungai Lasolo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara pada 3 Februari 1965. Sebelumnya pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) mendapati informasi tempat persembunyian Kahar.
“Seorang perwira TII kepercayaan Kahar Muzakkar bernama Letkol Kadir Junus memberitahukan tempat persembunyian Kahar di sekitar Sungai Lasolo. Kepastiannya lagi didapat pada 22 Januari 1965 saat pasukan RPKAD menyergap sekelompok orang di Lawate. Turut disita beberapa surat Kahar dan dokumen,” tulis Atmadji Sumarkidjo dalam Jenderal M Jusuf: Panglima Para Prajurit.
Pemberontakan Kahar Muzakkar pun berhasil ditumpas. Nama M. Jusuf juga kemudian dikenal luas, tidak hanya sebagai pemberantas DI/TII pimpinan Kahar Muzakkar, tapi juga penyelamat pastor Versteden.
sumber: https://historia.id/politik/articles/operasi-penyelamatan-seorang-pastor-dari-kahar-muzakkar

Komentar