Raja Bermimpi
Pada suatu hari raja tidur dan bermimpi melihat tujuh ekor sapi yang
gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi yang kurus, dan tujuh bulir (gandum)
yang hijau dan (tujuh) lainnya yang kering, maka raja pun segera bangun
dari tidurnya dalam keadaan terkejut, ia pun segera mengumpulkan para
pemukanya dan menceritakan mimpinya itu serta meminta mereka menakwil
mimpi itu, tetapi mereka semua tidak sanggup. Mereka juga berusaha
memalingkan raja dari mimpi itu agar tidak dibuat cemas olehnya sambil
berkata, “Itu adalah mimpi-mimpi yang kosong dan kami sekali-kali tidak tahu mentakwikan mimpi itu.” (QS. Yusuf: 44)
Meskipun demikian, raja tetap gelisah atas mimpinya itu dan terus berusaha mengetahui maksud mimpinya, hingga akhirnya tukang pemberi minum raja ingat dengan Nabi Yusuf dan meminta raja masuk ke dalam penjara untuk menemui Yusuf. Ketika itulah ia meminta Nabi Yusuf menakwil mimpi raja itu, maka Yusuf menakwilnya, bahwa sapi yang gemuk dan tujuh bulir itu adalah tujuh tahun dimana pada tahun itu penuh dengan kebaikan dan keberkahan.
Meskipun demikian, raja tetap gelisah atas mimpinya itu dan terus berusaha mengetahui maksud mimpinya, hingga akhirnya tukang pemberi minum raja ingat dengan Nabi Yusuf dan meminta raja masuk ke dalam penjara untuk menemui Yusuf. Ketika itulah ia meminta Nabi Yusuf menakwil mimpi raja itu, maka Yusuf menakwilnya, bahwa sapi yang gemuk dan tujuh bulir itu adalah tujuh tahun dimana pada tahun itu penuh dengan kebaikan dan keberkahan.
Nabi yusuf ‘alaihissalam tidak hanya menakwilkan mimpi,
tetapi menawarkan cara terbaik bagi mereka dalam mengatasinya, yaitu
mereka harus menyimpan hasil tanaman mereka untuk menghadapi tahun-tahun
kemarau dengan cara membiarkan di bulirnya kecuali sedikit untuk
dimakan sampai Allah akan membukakan kelapangan.
Ketika tukang pemberi minum raja telah mengetahui takwilnya, maka ia segera kembali ke raja dan memberitakan apa yang dikatakan Yusuf
kepadanya, maka raja pun bergembira sekali, lalu raja bertanya tentang
orang yang menakwil mimpinya itu, maka tukang pemberi minum raja
memberitahukannya, yaitu Yusuf. Mendengar jawabannya, maka raja segera
meminta Yusuf dibawa ke hadapannya. Lalu utusan raja segera menemui
Yusuf dan menyuruh Yusuf mengikuti ajakan raja untuk menemuinya, tetapi
Yusuf menolak menemuinya sampai jelas kebersihan dirinya dan bahwa
dirinya tidak bersalah, agar raja mengetahui tentang apa yang terjadi
pada kaum wanita di kota itu.
Keluarnya Yusuf dari Penjara dan Menjadi Pejabat Mesir
Maka raja pun mengirim utusan untuk menemui istri al-‘Aziz dan
wanita-wanita lainnya serta bertanya kepada mereka tentang masalah
Yusuf, mereka pun mengakui kesalahan mereka serta menyatakan tobatnya,
mereka berkata, “Mahasuci Allah, kami tidak mengetahui sesuatu keburukan
darinya.”
Istri al-’Aziz juga menjelaskan kebersihan Yusuf di hadapan manusia.
Yusuf Bertemu Saudara-saudaranya
Ketika itulah, raja mengeluarkan ketetapan bersihnya Yusuf
dari tuduhan yang ditujukan kepadanya dan memerintahkan agar Yusuf
dikeluarkan dari penjara, ia juga memuliakan Yusuf dan mendekatkan
dirinya kepadanya, lalu raja memberikan pilihan kepadanya untuk memilih
jabatan yang ia mau, maka Yusuf berkata, “Jadikanlah aku bendaharawan negeri Mesir. Sesungguhnya aku orang yang pandai menjaga dan berpengetahuan.” (QS. Yusuf: 55)
Raja pun setuju terhadap permintaan Yusuf itu karena amanah dan ilmunya.
Selanjutnya, apa yang dimimpikan raja pun terwujud satu persatu, Di
tengah-tengah pembagian bahan makanan pokok yang dilakukan Yusuf kepada
rakyat tiba-tiba Yusuf bertemu dengan orang-orang yang ia kenali, baik
bahasanya, fisiknya, dan nama-namanya. Orang-orang ini datang secara
tiba-tiba tanpa disadari sebelumnya, dan ternyata mereka adalah
saudara-saudaranya; anak-anak ayahnya; Nabi Ya’qub ‘alaihissalam.
Yusuf mengenali mereka, namun mereka tidak mengenalnya lagi. Merekalah
yang dahulu melempar Yusuf ke dalam sumur ketika ia masih kecil, namun
sekarang mereka datang karena butuh bahan makanan. Yusuf pun berbuat
baik kepada mereka, dan mereka juga bermuamalah secara baik kepadanya.
Selanjutnya Yusuf menanyakan keadaan mereka dan jumlah mereka, lalu
mereka memberitahukan bahwa jumlah mereka ada dua belas orang, seorang
dari mereka pergi dan masih ada saudara kandungnya yang sedang bersama
ayahnya karena ayahnya mencintainya dan berat melepasnya.
Setelah Yusuf menyiapkan bahan makanan untuk mereka, dimana
masing-masing mereka memperoleh seukuran beban unta, maka Yusuf berkata,
“Bawalah kepadaku saudaramu yang seayah dengan kamu (Bunyamin),
tidakkah kamu melihat bahwa aku menyempurnakan takaran dan aku adalah
penerima tamu yang terbaik? Jika kamu tidak membawanya kepadaku, maka
kamu tidak akan mendapat takaran lagi dariku dan jangan kamu
mendekatiku.” (QS. Yusuf: 59-60)
Saudara-saudara Yusuf berkata, “Kami akan membujuk ayahnya untuk membawanya (kemari) dan sesungguhnya kami benar-benar akan melaksanakannya.”
Lalu Yusuf memerintahkan para pelayannya untuk memasukkan
barang-barang (penukar kepunyaan mereka) ke dalam karung-karung mereka,
agar mereka mengetahuinya ketika mereka telah kembali kepada
keluarganya, yakni agar mereka mengembalikan barang-barang itu ke Mesir
atau karena Yusuf khawatir nanti mereka tidak mendapatkan sesuatu untuk
menukar lagi. Yang demikian dilakukan Yusuf agar mereka bersedia kembali
lagi kepadanya.
Kemudian saudara-saudara Yusuf pulang menemui ayah mereka sambil berkata, “Wahai
ayah kami, kami tidak akan mendapat takaran (gandum) lagi, (jika tidak
membawa saudara kami), sebab itu biarkanlah saudara kami pergi
bersama-sama kami agar kami mendapat takaran, dan sesungguhnya kami
benar-benar akan menjaganya.”
Tetapi Nabi Ya’qub menolaknya, kemudian
saudara-saudara Yusuf pergi mendatangi barang mereka untuk mengeluarkan
isi barang bawaan mereka, tetapi mereka dikejutkan dengan adanya barang
mereka yang lama yang mereka jadikan sebagai alat tukar, maka mereka
memberitahukan kepada ayah mereka bahwa barang bawaan mereka
dikembalikan, dan mereka pun segera mendesak ayah mereka dengan
menyebutkan maslahatnya bagi keluarga mereka ketika memperoleh makanan.
Mereka juga menguatkan azamnya untuk menjaga saudara mereka, Bunyamin.
Mereka juga mendorong ayah mereka dengan sungguh-sungguh agar takaran
bagi saudara mereka bertambah, karena Yusuf memberikan untuk setiap
orangnya seukuran beban unta.
Maka ayah mereka berkata, “Aku sekali-kali tidak akan melepaskannya
(pergi) bersama-sama kamu, sebelum kamu memberikan kepadaku janji yang
teguh atas nama Allah, bahwa kamu pasti akan membawanya kepadaku
kembali, kecuali jika kamu dikepung musuh.”
Saudara-saudara Yusuf Kembali ke Mesir
Setelah mereka memberikan janji mereka, Maka Ya’qub berkata, “Allah adalah saksi terhadap apa yang kita ucapkan (ini).”
Nabi Ya’qub juga berpesan kepada mereka dengan berkata,
“Wahai
anak-anakku! Janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu
gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlainan; meskipun
demikian aku tidak dapat melepaskan kamu barang sedikit pun dari
(takdir) Allah. keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah;
kepada-Nya-lah aku bertawakkal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang
yang bertawakkal berserah diri.”
Maka berangkatlah saudara-saudara Yusuf ke Mesir dan masuk ke pintu
gerbangnya mengikuti saran ayah mereka agar mereka tidak tertimpa ‘ain
(penyakit dari mata) karena penampilan mereka yang rupawan atau agar
mereka mendapat berita tentang Yusuf. Selanjutnya, ketika mereka telah
berada di depan Yusuf, maka Yusuf mengajak saudaranya yang paling kecil
itu (Bunyamin), mendekatkannya dan berbincang-bincang secara berduaan
dengannya, dan memberitahukan bahwa dirinya adalah Yusuf; saudaranya.
Siasat Yusuf agar Saudara Kandungnya Tetap Bersamanya
Selanjutnya disiapkanlah perbekalan untuk saudara-saudara Yusuf agar
mereka pulang dengan membawanya, tiba-tiba Yusuf ingin saudaranya tetap
bersamanya, maka Yusuf menyuruh para pelayannya untuk meletakkan piala
(tempat minum) ke dalam karung saudaranya. kemudian berteriaklah
seseorang sambil menyerukan, “Wahai kafilah, sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang mencuri.”
Kemudian saudara-saudara Yusuf pun segera menanyakan sesuatu yang
hilang itu, lalu orang yang berseru itu memberitahukan, bahwa piala raja
hilang dan raja telah menjanjikan untuk memberikan upah berupa bahan
makanan (seberat) beban unta. Tetapi saudara-saudara Yusuf tidak
menerima tuduhan itu sehingga muncul dialog yang dalam dengan Yusuf,
mereka bukan sebagai pencuri dan mereka pun mau bersumpah untuk hal itu,
lalu para penjaga berkata, “Apa balasannya jika kamu dusta?”
Mereka menjawab, “Balasannya ialah pada siapa diketemukan (barang
yang hilang) dalam karungnya, maka dia sendirilah balasannya
(tebusannya).”
Menurut syariat Nabi Ya’qub ‘alaihissalam, bahwa barang siapa mencuri maka hukumannya ialah si pencuri dijadikan budak satu tahun bagi orang yang dicuri.
Oleh karena Yusuf mengetahui, bahwa yang hukuman tersebut adalah
hukuman yang berlaku pada syariat Bani Israil, maka ia menerima hukuman
itu, tidak mengikuti hukuman yang diberlakukan di Mesir, dan
saudara-saudaranya pun setuju terhadap hukuman itu, maka Yusuf
memerintahkan para pengawalnya untuk memeriksa karung-karung mereka
sebelum (memeriksa) karung saudaranya sendiri, kemudian mereka menemukan
piala raja itu dari karung saudaranya.
Mereka (saudara-saudara Yusuf) pun berkata, “Jika ia mencuri, maka sesungguhnya, telah pernah mencuri pula saudaranya sebelum itu.” Maka Yusuf menyembunyikan kejengkelan itu pada dirinya dan tidak menampakkannya kepada mereka. Dia berkata (dalam hatinya), “Kamu lebih buruk kedudukanmu (sifat-sifatmu) dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu terangkan itu”. (QS. Yusuf: 77)
Maka saudara-saudaranya pun ingat akan janji mereka kepada ayah
mereka, yaitu akan mengembalikan saudara mereka yang paling kecil ini
“Bunyamin” kepada ayah mereka. Mereka pun berkata kepada Yusuf, “Wahai
al-Aziz, sesungguhnya ia mempunyai ayah yang sudah lanjut usianya. Oleh
karena itu, ambillah salah seorang di antara kami sebagai gantinya,
sesungguhnya kami melihat kamu termasuk oranng-orang yang berbuat baik.”
Yusuf berkata, “Aku mohon perlindungan kepada Allah dari menahan
seorang, kecuali orang yang kami ketemukan harta benda kami padanya,
jika kami berbuat demikian, maka kami benar-benar sebagai orang-orang
yang zalim.” (QS. Yusuf: 78-79).
Maka ketika mereka berputus asa dari pada keputusan Yusuf, mereka
menyendiri sambil berunding dengan berbisik-bisik. berkatalah yang
tertua di antara mereka, “Tidakkah kamu ketahui bahwa sesungguhnya
ayahmu telah mengambil janji dari kamu dengan nama Allah dan sebelum itu
kamu telah menyia-nyiakan Yusuf. Sebab itu aku tidak akan meninggalkan
negeri Mesir, sampai ayahku mengizinkan kepadaku (untuk kembali), atau
Allah memberi keputusan terhadapku. Dan Dia adalah hakim yang
sebaik-baiknya. Kembalilah kepada ayahmu dan Katakanlah, “Wahai ayah
kami! Sesungguhnya anakmu telah mencuri, dan kami hanya menyaksikan apa
yang kami ketahui, dan kami sekali-kali tidak dapat menjaga
(mengetahui) barang yang ghaib. Selanjutnya, jika ayah ragu-ragu,
katakan kepadanya, “Dan tanyalah (penduduk) negeri yang kami berada di
situ, dan kafilah yang kami datang bersamanya, dan sesungguhnya kami
adalah orang-orang yang benar“. (QS. Yusuf: 80-82).
Ayah mereka (Nabi Ya’qub) menjawab, “Hanya dirimu sendirilah yang
memandang baik perbuatan (yang buruk) itu. Maka kesabaran yang baik
Itulah (kesabaranku). Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya
kepadaku; sesungguhnya Dia-lah yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.”
Bersambung…
Oleh: Marwan bin Musa
Maraaji’:
- Al Qur’anul Karim
- Hidayatul Insan bitafsiril Qur’an (Abu Yahya Marwan)
- Mausu’ah Al Usrah Al Muslimah (dari situs www.islam.aljayyash.net)
- Shahih Qashashil Anbiya’ (Ibnu Katsir, takhrij Syaikh Salim Al Hilaaliy)
- dll.
Komentar
Posting Komentar