MIKROBA DAN JASAD PARA SYUHADA[1]
Panjimas.com – Jihad itu sangat mulia, dan keutamaan para
mujahidin fii sabilillah itu begitu besar, Allah telah meninggikan
kedudukan mereka dan memberikan pahala yang besar kepada mereka, karena
jihad adalah dzarwatu sanam (bagian tertinggi) dalam Islam. Seorang
mujahid itu mempersembahkan nyawanya di jalan Allah, untuk menunaikan
amanah yang dikalungkan pada lehernya, dia telah berjanji kepada Allah
untuk mengorbankan jiwa, darah dan hartanya dalam rangka menyebarkan
agama-Nya. Tujuannya adalah memberi petunjuk kepada manusia dengan
cahaya Islam yang mulia.[2]
Sang mujahid melaksanakan hal itu tidak untuk mengharapkan harta,
kedudukan dan kekuasaan. Dia hanya mengharapkan keridhaan Allah semata,
meniggikan kalimat-Nya dan menjadikan dunia ini bahagia dengan
agama-Nya. Jika mujahid itu terbunuh dalam mengemban amanah yang mulia
dan tujuan yang tinggi ini, maka dia mati syahid dan berhak mendapatkan
pahala para syuhada’.
Anas bin Malik ra. Meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda,
“Berangkat perang di jalan Allah di waktu pagi ataupun di waktu sore itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Muslim)
Jika keutamaan ini diberikan kepada seorang mujahid di jalan Allah
yang belum mati syahid, maka bagaimana dengan orang yang telah berjihad
di jalan Allah dan mati syahid serta telah mengorbankan nyawa dan
darahnya di jalan Allah? Maka tidak adakeraguan, bahwa orang seperti ini
memiliki kedudukan yang lebih tinggi dan lebih mulia di sisi Allah.
Mati syahid itu merupakan kedudukan yang tinggi dan mulia. Mati
syahid adalah kemuliaan dan karunia Allah SWT. Mati syahid adalah
pilihan, ia merupakan karunia dan kenikmatan yang sangat besar yang
diberikan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki,
“Supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada’.” (QS. Ali Imran: 140)
Keimanan kaum muslimin terhadap janji Allah untuk orang yang mati
syahid, yang berupa kedudukan yang tinggi itulah, maka batalyon
mujahidin dan kaum muslimin berangkat berperang, sejak dari generasi
para sahabat Rasulullah SAW, para salafus shalih dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik. Mereka menjelajahi permukaan bumi dalam
rangka berjihad di jalan Allah, dan Allah memilih di antara
hamba-hamba-Nya yang berjihad itu, siapa saja yang Dia kehendaki.
Maka tidak aneh, jika mati syahid di jalan Allah menjadi cita-cita
mulia kaum mukminin yang jujur dan para mujahidin yang ikhlas. Mereka
berusaha mendapatkannya dengan segala kemampuan yang mereka miliki. Kaum
mujahidin itu jumlahnya banyak, tetapi orang-orang yang dipilih Allah
untuk diambil di sisi-Nya jumlahnya sedikit. Maka siapa yang tidak dapat
menggapainya secara langsung, dia harus tetap beramal untuk
memperolehnya dan mengangan-angankannya dan memohon kepada Allah dengan
penuh ketundukan agar Allah menetapkan kedudukan mati syahid itu
kepadanya.
Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa yang emmohon mati syahid dengan jujur kepada Allah,
niscaya Allah akan menyampaikan dia pada kedudukan para syuhada’,
meskipun dia mati di atas ranjangnya.” (HR. Muslim)
Jika para syuhada’ mendapatkan kedudukan yang mulia seperti ini, dan
mereka menjadi teman para nabi dan para shiddiqin, serta mereka hidup di
sisi Rabb mereka dalam keadaan mendapat rezeki, maka kita tidak boleh
mengatakan bahwa mereka itu mati, hal ini berdasarkan ayat yang mulia,
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di
jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu
hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS. Al-Baqarah: 154)
Keadaan mereka akan tetap seperti itu, maka tidak aneh jika muncul
karomah pada jasad mereka. Kesaksian itu diberikan olehmakhluk Allah
yang bisu, ataupun yang dapat berbicara, yang mumayyiz maupun yang tidak mumayyiz. Karena
mereka memuliakan orang yang telah dimuliakan Allah. Mereka semua, baik
yang besar maupun yang kecil adalah tentara-tentara Allah.
“Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Fath: 4)
Namun, orang yang mati syahid yang bagaimana yang mendapat karomah
seperti ini? Macam syahid yang mana yang kita tulis di sini? Dan
tingkatan syahid yang mana yang sedang kita bicarakan sekarang ini?
Karena mati syahid itu merupakan kedudukan yang tinggi lagi mulia,
bahkan ia memiliki tingkatan-tingkatan. Para ulama telah membaginya
lebih dari satu bagian, dan mereka menggunakan istilah tertentu untuk
setiap bagiannya. (Bersambung Mikroba dan Jasad para Syuhada (2))
Komentar
Posting Komentar