Di
dalam Alquran, di surat Al-Baqarah, terdapat lima peristiwa yang luar
biasa. Peristiwa yang menunjukkan bahwa Allah ﷻ adalah penguasa alam
semesta. Dia melakukan apa saja yang Dia kehendaki. Dialah Maha Mampu
dan Kuasa atas segala sesuatu. Dan Dialah satu-satunya yang layak untuk
disembah.
Peristiwa itu adalah kembalinya ruh makhluk
hidup yang telah mati. Di akhirat? Bukan, Hal ini terjadi di dunia. Dan
terjadi pada umat terdahulu. Agar orang-orang setelahnya dapat mengambil
pelajaran. Tentu selayaknya hal itu kita lakukan, karena Allah ﷻ telah
membekali kita akal.
Peristiwa pertama adalah kejadian tentang
lancangnya Bani Israil dari kaum Nabi Musa. Mereka meminta agar
diperlihatkan Allah ﷻ. Allah ﷻ berfirman,
وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ إِنَّكُمْ ظَلَمْتُمْ
أَنْفُسَكُمْ بِاتِّخَاذِكُمُ الْعِجْلَ فَتُوبُوا إِلَىٰ بَارِئِكُمْ
فَاقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ عِنْدَ بَارِئِكُمْ
فَتَابَ عَلَيْكُمْ ۚ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ. وَإِذْ
قُلْتُمْ يَا مُوسَىٰ لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّىٰ نَرَى اللَّهَ جَهْرَةً
فَأَخَذَتْكُمُ الصَّاعِقَةُ وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ. ثُمَّ بَعَثْنَاكُمْ
مِنْ بَعْدِ مَوْتِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada
kaumnya: “Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri
karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah
kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah
lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan
menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi
Maha Penyayang”. Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami
tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang,
karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya”.
Setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu
bersyukur.” (QS:Al-Baqarah | Ayat: 56).
Awal Cerita
Kisah ini bermula tatkala Nabi Musa ‘alaihissalam dipanggil Allah ﷻ untuk menerima wahyu. Sebelum menuju Rabbnya, Musa menitipkan bani Israil kepada saudaranya, Harun ‘alaihissalam.
Agar Harun mengawasi, mendidik, dan membimbing mereka. Dan jangan
membiarkan mereka berpaling kepada kekufuran. Apalagi gelagat
penyimpangan sudah tampak ketika baru saja mereka selamat dari lautan
dan menyaksikan Firaun dibinasakan. Bani Israil berkata,
وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتَوْا عَلَىٰ قَوْمٍ
يَعْكُفُونَ عَلَىٰ أَصْنَامٍ لَهُمْ ۚ قَالُوا يَا مُوسَى اجْعَلْ لَنَا
إِلَٰهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ ۚ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ
Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah
mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka,
Bani lsrail berkata: “Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah Tuhan
(berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa Tuhan (berhala)”. Musa
menjawab: “Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui
(sifat-sifat Tuhan)”. (QS:Al-A’raf | Ayat: 138).
Benar saja, bani Israil mewujudkan kekhawatiran Musa. Nikmat besar
dari Allah ﷻ diselamatkan dari Firaun terlupa begitu saja. Tampillah
seorang dari kaum Nabi Musa yang bernama Samiri. Ia bukanlah seorang
bani Israil. Namun ia mampu mempengaruhi mereka dengan cerita rekaan
nafsunya. Samiri mengajak bani Israil menyembah sebuah berhala emas yang
berbentuk sapi. Allah ﷻ berfirman,
وَإِذْ وَاعَدْنَا مُوسَىٰ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً ثُمَّ اتَّخَذْتُمُ الْعِجْلَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَنْتُمْ ظَالِمُونَ
“Dan (ingatlah), ketika Kami berjanji kepada
Musa (memberikan Taurat, sesudah) empat puluh malam, lalu kamu
menjadikan anak lembu (sembahan) sepeninggalnya dan kamu adalah
orang-orang yang zalim.” (QS:Al-Baqarah | Ayat: 51).
Saat bani Israil lari dari Firaun, sebagian
dari mereka mencuri emas dari negeri Mesir. Lalu setelah melintasi laut,
Musa memerintahkan agar membuang emas tersebut, karena harta itu tidak
halal untuk mereka. Allah ﷻ mengabadikannya dalam firman-Nya,
قَالُوا مَا أَخْلَفْنَا مَوْعِدَكَ بِمَلْكِنَا وَلَٰكِنَّا حُمِّلْنَا
أَوْزَارًا مِنْ زِينَةِ الْقَوْمِ فَقَذَفْنَاهَا فَكَذَٰلِكَ أَلْقَى
السَّامِرِيُّ
Mereka berkata: “Kami sekali-kali tidak
melanggar perjanjianmu dengan kemauan kami sendiri, tetapi kami disuruh
membawa beban-beban dari perhiasan kaum itu, maka kami telah
melemparkannya, dan demikian pula Samiri melemparkannya”. (QS:Thaahaa |
Ayat: 87).
Samiri mengumpulkan emas-emas tersebut dan
menjadikannya patung sapi. Sebuah patung yang apabila udara masuk lewat
bagian belakangnya, maka akan keluar suara dari mulut patung sapi
tersebut. Bani Israil pun takjub dengan benda tersebut.
Samiri berkata kepada mereka, “Ini adalah Tuhannya Musa. Tuhan yang
dia pergi untuk bertemu dengannya.” (al-Khomis, 2010: 385). Allah ﷻ
berfirman,
فَأَخْرَجَ لَهُمْ عِجْلًا جَسَدًا لَهُ خُوَارٌ فَقَالُوا هَٰذَا إِلَٰهُكُمْ وَإِلَٰهُ مُوسَىٰ فَنَسِيَ
“Kemudian Samiri mengeluarkan untuk mereka
(dari lobang itu) anak lembu yang bertubuh dan bersuara, maka mereka
berkata: “Inilah Tuhanmu dan Tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa”.”
(QS:Thaahaa | Ayat: 88).
Alangkah cepatnya mereka tergelincir. Padahal
mererka telah menyaksikan kekuasaan Allah dengan indera mereka. Mata
mereka melihat kejadiannya. Telinga-telinga mendengar gemuruhnya.
Kulit-kulit mereka merasakan suasananya. Namun pengingkaran pun tetap
terjadi. Demikian pula umat ini, umat yang telah diutus sebaik-baik
utusan, Muhammad ﷺ. Umat yang telah diterangkan kepada mereka Alquran.
Mata dan telinga umat ini telah mendengar apa yang terjadi pada umat
terdahulu. Pula akan tergelincir jika mereka lalai dari ketaatan. Nabi ﷺ
bersabda,
بَادِرُوا بِالأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ
الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِى كَافِرًا أَوْ يُمْسِى مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ
كَافِرًا
“Bersegeralah melakukan amalan sholih sebelum
datang fitnah (musibah) seperti potongan malam yang gelap. Yaitu
seseorang pada waktu pagi dalam keadaan beriman dan di sore hari dalam
keadaan kafir. Ada pula yang sore hari dalam keadaan beriman dan di pagi
hari dalam keadaan kafir…” (HR. Muslim no. 118).
Sekembalinya Musa dari menerima wahyu, ia
melihat kejadian yang sangat buruk itu. Ia sangat marah. Tanpa sadar, ia
lemparkan wahyu yang baru saja ia terima. Wahyu yang berisi kalamullah.
وَلَمَّا رَجَعَ مُوسَىٰ إِلَىٰ قَوْمِهِ غَضْبَانَ أَسِفًا قَالَ
بِئْسَمَا خَلَفْتُمُونِي مِنْ بَعْدِي ۖ أَعَجِلْتُمْ أَمْرَ رَبِّكُمْ ۖ
وَأَلْقَى الْأَلْوَاحَ
Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya
dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: “Alangkah buruknya perbuatan
yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului
janji Tuhanmu? Dan Musa pun melemparkan luh-luh (Taurat) itu…”
(QS:Al-A’raf | Ayat: 150)
Lalu ia temui saudaranya Harun yang telah ia amanati untuk menjaga kaumnya.
وَأَخَذَ بِرَأْسِ أَخِيهِ يَجُرُّهُ إِلَيْهِ ۚ
“…dan (Musa) memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menjambaknya ke arahnya…” (QS:Al-A’raf | Ayat: 150).
Bani Israil tidak berani melakukan perbuatan buruk ini tatkala Musa ‘alaihissalam
berada di tengah-tengah mereka. Mereka sangat takut kepada Musa. Karena
Musa adalah seorang yang keras dan tegas terhadap mereka. Adapun Harun,
ia adalah seorang yang lemah lembut. Sehingga ketika Harun ‘alaihissalam sendirian, mereka berani melakukan intimidasi terhadapnya.
قَالَ ابْنَ أُمَّ إِنَّ الْقَوْمَ اسْتَضْعَفُونِي وَكَادُوا
يَقْتُلُونَنِي فَلَا تُشْمِتْ بِيَ الْأَعْدَاءَ وَلَا تَجْعَلْنِي مَعَ
الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
“…Harun berkata: “Hai anak ibuku, sesungguhnya
kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku,
sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan
janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim.”
(QS:Al-A’raf | Ayat: 150).
Kedatangan Nabi Musa, apalagi dalam keadaan
marah, membuat Bani Israil berhenti dari perbuatan mereka. Meskipun
kesyirikan ini sangat banyak, namun mereka tidak berani berhadapan
dengan Nabi Musa yang seorang diri. Musa adalah seorang laki-laki
berwibawa lagi tegas. Kemudian bani Israil mengadu bahwa Samirilah biang
keroknya.
Musa menemui Samiri dan bertanya kepadanya perihal kejadian ini.
قَالَ بَصُرْتُ بِمَا لَمْ يَبْصُرُوا بِهِ فَقَبَضْتُ قَبْضَةً مِنْ
أَثَرِ الرَّسُولِ فَنَبَذْتُهَا وَكَذَٰلِكَ سَوَّلَتْ لِي نَفْسِي
Samiri menjawab: “Aku mengetahui sesuatu yang
mereka tidak mengetahuinya, maka aku ambil segenggam dari jejak rasul
lalu aku melemparkannya, dan demikianlah nafsuku membujukku”.
(QS:Thaahaa | Ayat: 96).
Rasul itu adalah Jibril. Samiri melihat Jibril
menunggang kudanya, sesasat setelah bani Israil keluar dari laut yang
terbelah itu. Saat Firaun dan tentaranya meregang nyawa ditelan
gelombang (as-Sa’di, 2003: 484).
Tahulah Musa apa yang sebenarnya terjadi. Dan
suara yang keluar dari patung lembu itu karena bekas yang ditingglkan
oleh kuda Jibril (al-Khomis, 2010: 387). Kemudian Nabi Musa membakar
berhala tersebut. Patung sapi itu pun musnah.
Bani Israil Diperintahkan Bertaubat
Mereka berkata, “Kami bertaubat wahai Musa”.
Nabi Musa menjawab, “bunuhlah diri kalian (QS:Al-Baqarah | Ayat: 54)”.
Atas perintah Allah, datanglah gelap dan sirnalah cahaya. Lalu mereka
yang bertaubat tadi pun saling berperang (saling bunuh). Ada yang
menyebutkan hingga 70.000 dari mereka tewas terbunuh. Inilah taubat di
sisi Allah untuk mereka. Untuk dosa keji yang mereka perbuat setelah
anugerah kemenangan atas Firaun.
Patut kita bersyukur kepada Allah ﷻ. Karena
kita mendapat perlakuan istimewa. Umat terdahulu segera mendapat adzab
tatkala mereka kufur. Berbeda dengan umat Nabi Muhammad ﷺ, Allah ﷻ tunda
adzab kepada umat akhir zaman ini. Ada tangguh waktu untuk bertaubat.
Jika mereka bertaubat, dosa mereka akan dihapuskan. Dan bagi mereka
pahala di akhirat.
Kemudian kegelapan itu sirna. Bani Israil
berkata, “Wahai Musa, apakah Allah sudah menerima taubat kami?” Musa
menjawab, “Allah telah menerima taubat kalian. Namun aku akan memilih
beberapa orang di antara kalian”.
وَاخْتَارَ مُوسَىٰ قَوْمَهُ سَبْعِينَ رَجُلًا لِمِيقَاتِنَا ۖ
“Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohonkan
taubat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan…” (QS:Al-A’raf |
Ayat: 155).
Musa pun mengajak pergi 70 orang terbaik dari
bani Israil ini. Musa berkata kepada mereka, “Tunggulah, aku hendak
bermunajat kepada Rabbku”. Mereka menanggapi, “Apakah kami juga
mendengar ucapan Rabbmu? Kami harus turut mendengarnya”.
Musa berkata, “Marilah ikut bersamaku”.
Lihatlah betapa sayangnya Musa kepada mereka dan betapa lancangnya
mereka kepada Allah dan Rasul-Nya.
Musa bermunajat kepada Allah dan Allah pun berdialog denganya. 70
orang itu mendengar kalam Allah. Kemudian dengan tanpa adab, mereka
kembali angkat bicara, “Wahai Musa, siapa itu yang berbicara dengan-Mu?”
Musa menjawab, “Dialah Rabbku”. Lalu mereka menjawab,
يَا مُوسَىٰ لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّىٰ نَرَى اللَّهَ جَهْرَةً
“Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan senyatanya…” (QS:Al-Baqarah | Ayat: 55).
Perhatikanlah! Inilah keadaan orang-orang terbaik dari kaum Nabi
Musa. Betapa buruknya perangai mereka. Bagaimana lagi orang-orang yang
dibawah mereka kedudukannya. Tentu jauh lebih buruk dan kasar. Namun
demikian, betapa sayang dan sabarnya, salah saru rasul yang digelari ulul azmi ini menghadapi mereka. Allah ﷻ berfirman,
وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَىٰ لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّىٰ نَرَى اللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْكُمُ الصَّاعِقَةُ وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ
Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa,
kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan
terang, karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu
menyaksikannya”. (QS:Al-Baqarah | Ayat: 55).
70 orang terbaik dari bani Israil ini pun binasa.
Kejadian ini kembali memperlihatkan akhlak mulia Nabi Musa ‘alaihissalam.
Betapa kasihnya ia terhadap umatnya. Musa berkata, “Wahai Rabbku, apa
yang hendak kukatakan kepada bani Israil ketika aku pulang dan berjumpa
mereka? Apakah harus kukatakan, ‘Allah telah membinasakan 70 orang itu’?
Ya Allah hidupkanlah kembali mereka dan terimalah taubat mereka”.
Nabi Musa tidak ingin keadaan ini semakin
membuat umatnya jauh menyimpang. Dan Allah ﷻ Maha Pengampun, Dia
memaafkan orang-orang yang Dia berikan kenikmatan berturut-turut, namun
tetap ingkar seingkar-ingkarnya kepada-Nya. Kemudian Allah menghidupkan
kembali mereka untuk yang kedua kalinya.
ثُمَّ بَعَثْنَاكُمْ مِنْ بَعْدِ مَوْتِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyukur.” (QS:Al-Baqarah | Ayat: 56).
Inilah kelompok pertama, yang mati kemudian hidup kembali. Mereka mengalami dua kali kehidupan di dunia.
Daftar Pustaka:
– al-Khomis, Utsman bin Muhammad. 2010. Fabihudahum Iqtadih. Kuwait: Dar Ilaf ad-Daulah
– as-Sa’di, Abdurrahman bin Nashir. 2003. Taisir al-Karim ar-Rahman. Beirut: Dar Ibnu Jauzi.
– al-Khomis, Utsman bin Muhammad. 2010. Fabihudahum Iqtadih. Kuwait: Dar Ilaf ad-Daulah
– as-Sa’di, Abdurrahman bin Nashir. 2003. Taisir al-Karim ar-Rahman. Beirut: Dar Ibnu Jauzi.
Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com
Komentar
Posting Komentar