Aku
mengetahui satu bagian dari kasus dua bersaudara yang diperkarakan di
pengadilan Saudi. Perkara tersebut telah memakan beberapa waktu lamanya
hingga hakim memutuskan perkara tersebut.
Rincian perkara tersebut adalah perselisihan dan pertengkaran keras antara dua bersaudara. Sang
kakak telah mencapai usia 50 tahun, dan dialah yang dikalahkan dalam
perkara tersebut. Hakim telah memutuskan perkara berpihak kepada
adiknya. Sang kakak terus menangis saat putusan hukum dibacakan. Dia
menangis di dalam pengadilan hingga basah jenggotnya.
Maka apakah yang membuatnya menangis?
Apakah karena anak-anaknya tidak berbakti?
Ataukah ia kalah dalam perkara tanah yang ia perselisihkan?
Ataukah sang istri yang meminta cerai?
Atau bagaimana menurut anda?
Apakah karena anak-anaknya tidak berbakti?
Ataukah ia kalah dalam perkara tanah yang ia perselisihkan?
Ataukah sang istri yang meminta cerai?
Atau bagaimana menurut anda?
Yang terjadi bukan itu semua. Yang membuat sang kakak menangis adalah kekalahannya dalam perkara yang sangat aneh. Dia kalah oleh adiknya dalam perkara perawatan sang ibu lanjut usia yang tidak memiliki apapun selain satu cicin tembaga.
Pada
asalnya, sang ibu berada pada perawatan putra sulungnya yang tinggal
sendirian. Saat usia lanjut telah mendatanginya, datanglah sang adik
dari kota lain untuk mengambil sang ibu untuk diajak tinggal bersama
keluarganya. Namun sang kakak menolak dengan hujjah bahwa dia mampu
merawat sang ibu. Maka merekapun banyak berselisih tentang masalah ini.
Lalu, pada akhirnya perselisihan ini dibawa sampai ke pengadilan agar
hakim memberikan putusan diantara keduanya.
Akan
tetapi pertemuan di pengadilan tersebut memanas dan berlangsung
berkali-kali sementara masing-masing bersikukuh bahwa dia yang lebih
berhak untuk merawat sang ibu yang sudah tua itu.
Dipengadilan itu hakim meminta untuk dihadirkan sang ibu guna ditanya. Lalu kedua saudara itu menghadirkan sang ibu dengan saling bergantian menggendong sang ibu yang sudah kurus dan tak kuat lagi berjalan.
Tatkala hakim bertanya kepadanya siapakah yang lebih dia pilih untuk tinggal bersamanya, dia menjawab: “ini adalah mata (kesayangan)ku.” Seraya memberikan isyarat kepada putra sulungnya. “Dan ini adalah mata (kesayangan) ku yang lain.” Seraya memberikan isyarat kepada putra bungsunya.
Maka saat itulah hakim terpaksa memberikan keputusan yang sesuai menurut pendapatnya. Maka sang hakim memutuskan agar sang ibu hidup bersama dengan keluarga sang adik. Merekalah yang lebih mampu merawat sang ibu.
Disaat sang hakim membacakan keputusan tersebut sang kakak pun menangis sejadi-jadinya, air matanya mengalir tanpa bisa dihentikan hingga membuat setiap orang disekitarnya ikut menangis.
Betapa mahalnya air mata yang dia curahkan, air mata penyesalan karena tidak memiliki kemampuan untuk merawat ibunya setelah ia menjadi tua. Betapa besar peran sang ibu untuk sebuah perlombaan guna berbakti kepada dirinya.
Sungguh andai saja aku mengetahui bagaimana ia mendidik kedua putranya hingga keduanya sampai berlomba untuk merawat sang ibu hingga meminta keputusan pengadilan.
Sesungguhnya ini adalah sebuah pelajaran yang jarang dalam berbakti kepada kedua orang tua pada masa yang didalamnya berbakti kepada orang tua menjadi barang langka.
Menangislah wahai orang-orang yang durhaka kepada kedua orang tua, mudah-mudahan hatimu menjadi lembut, dan membuatmu merasa iba dengan ibumu.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu Berkata: Rasullullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Semoga hina, kemudian semoga hina, kemudian semoga hina.” Kemudian beliau ditanya: “Siapa ya rasullulah?”, Beliau menjawab: “ orang yang mendapati kedua orang tuanya di masa tua, salah satunya atau keduanya lalu ia tidak masuk surga.” (HR. Muslim:6462)
sumber: https://www.kisahislam.net/2011/11/13/kisah-pengadilan-dua-bersaudara/
Komentar
Posting Komentar