Sholawat Badar adalah rangkaian sholawat berisikan tawassul dengan
nama Allah, dengan Junjungan Nabi s.a.w. serta para mujahidin
teristimewanya para pejuang Badar.
Sholawat ini adalah hasil karya Kiyai Ali Manshur, yang merupakan cucu Kiyai Haji Muhammad Shiddiq, Jember. Oleh itu, Kiyai `Ali Manshur adalah anak saudara/keponakanKiyai Haji Ahmad Qusyairi, ulama besar dan pengarang kitab “”Tanwir al-Hija” yang telah disyarahkan oleh ulama terkemuka Haramain, Habib `Alawi bin `Abbas bin `Abdul `Aziz al-Maliki al-Hasani, dengan jodol “Inarat ad-Duja”.
Diceritakan bahwa asal mula karya ini ditulis oleh Kiyai `Ali Manshur sekitar tahun 1960an, pada waktu umat Islam Indonesia menghadapi fitnah Partai Komunis Indonesia (PKI).
Ketika itu, Kiyai `Ali adalah Kepala Kantor Departemen Agama
Banyuwangi dan juga seorang Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama di situ.
Keadaan politik yang mencekam saat itu dan kebejatan PKI yang
merajalela membunuh massa, bahkan banyak kiyai yang menjadi mangsa
mereka, maka terlintaslah di hati Kiyai `Ali, yang memang mahir membuat
syair `Arab sejak nyantri di Pesantren Lirboyo Kediri, untuk menulis
satu karangan sebagai sarana bermunajat memohon bantuan Allah SWT untuk
meredam fitnah politik saat itu bagi kaum muslimin khususnya Indonesia.
Dalam keadaan tersebut, Kiyai `Ali tertidur dan dalam tidurnya beliau
bermimpi didatangi manusia-manusia berjubah putih – hijau, dan pada
malam yang sama juga, isteri beliau bermimpikan Kanjeng Nabi s.a.w.
Setelah siang, Kiyai `Ali langsung pergi berjumpa dengan Habib Hadi al-Haddar Banyuwangi dan menceritakan kisah mimpinya tersebut. Habib Hadi menyatakan bahwa manusia-manusia berjubah tersebut adalah para ahli Badar. Mendengar penjelasan Habib yang mulia tersebut, Kiyai `Ali semakin bertekad untuk mengarang sebuah syair yang ada kaitan dengan para pejuang Badar tersebut. Lalu malamnya, Kiyai `Ali menjalankan penanya untuk menulis karya yang kemudiannya dikenali sebagai “Sholawat al-Badriyyah” atau “Sholawat Badar”.maka terjadilah hal yang mengherankan keesokan harinya, orang-orang kampung mendatangi rumah beliau dengan membawa beras dan bahan makanan lain. Mereka menceritakan bahwa pada waktu pagi shubuh mereka telah didatangi orang berjubah putih menyuruh mereka pergi ke rumah Kiyai `Ali untuk membantunya kerana akan ada suatu acara diadakan di rumahnya. Itulah sebabnya mereka datang dengan membawa barang tersebut menurut kemampuan masing-masing. yang lebih mengherankan lagi adalah pada malam harinya, ada beberapa orang asing yang membuat persiapan acara tersebut namun kebanyakan orang-orang yang tidak dikenali siapa mereka.
Setelah siang, Kiyai `Ali langsung pergi berjumpa dengan Habib Hadi al-Haddar Banyuwangi dan menceritakan kisah mimpinya tersebut. Habib Hadi menyatakan bahwa manusia-manusia berjubah tersebut adalah para ahli Badar. Mendengar penjelasan Habib yang mulia tersebut, Kiyai `Ali semakin bertekad untuk mengarang sebuah syair yang ada kaitan dengan para pejuang Badar tersebut. Lalu malamnya, Kiyai `Ali menjalankan penanya untuk menulis karya yang kemudiannya dikenali sebagai “Sholawat al-Badriyyah” atau “Sholawat Badar”.maka terjadilah hal yang mengherankan keesokan harinya, orang-orang kampung mendatangi rumah beliau dengan membawa beras dan bahan makanan lain. Mereka menceritakan bahwa pada waktu pagi shubuh mereka telah didatangi orang berjubah putih menyuruh mereka pergi ke rumah Kiyai `Ali untuk membantunya kerana akan ada suatu acara diadakan di rumahnya. Itulah sebabnya mereka datang dengan membawa barang tersebut menurut kemampuan masing-masing. yang lebih mengherankan lagi adalah pada malam harinya, ada beberapa orang asing yang membuat persiapan acara tersebut namun kebanyakan orang-orang yang tidak dikenali siapa mereka.
Menjelang keesokan pagi harinya, serombongan habaib yang diketuai
oleh Habib `Ali bin `Abdur Rahman al-Habsyi Kwitang tiba-tiba datang ke
rumah Kiyai `Ali tanpa memberi tahu terlebih dahulu akan kedatangannya.
Tidak tergambar kegembiraan Kiyai `Ali menerima para tamu istimewanya
tersebut. Setelah memulai pembicaraan tentang kabar dan keadaan
Muslimin, tiba-tiba Habib `Ali Kwitang bertanya mengenai syair yang
ditulis oleh Kiyai `Ali tersebut. Tentu saja Kiyai `Ali terkejut karena
hasil karyanya itu hanya diketahui dirinya sendiri dan belum disebarkan
kepada seorangpun. Tapi beliau mengetahui, ini adalah salah satu
kekeramatan Habib `Ali yang terkenal sebagai waliyullah itu. Lalu tanpa
banyak bicara, Kiyai `Ali Manshur mengambil kertas karangan syair
tersebut lalu membacanya di hadapan para hadirin dengan suaranya yang
lantang dan merdu. Para hadirin dan habaib mendengarnya dengan khusyuk
sambil menitiskan air mata karena terharu. Setelah selesai dibacakan
Sholawat Badar oleh Kiyai `Ali, Habib `Ali menyerukan agar Sholawat
Badar dijadikan sarana bermunajat dalam menghadapi fitnah PKI. Maka
sejak saat itu masyhurlah karya Kiyai `Ali tersebut.
Selanjutnya, Habib `Ali Kwitang telah mengundan para ulama dan habaib
ke Kwitang untuk satu pertemuan, salah seorang yang diundang
diantaranya ialah Kiyai `Ali Manshur bersama pamannya Kiyai Ahmad
Qusyairi. Dalam pertemuan tersebut, Kiyai `Ali sekali lagi diminta untuk
mengumandangkan Sholawat al-Badriyyah gubahannya itu. Maka bertambah
masyhur dan tersebar luaslah Sholawat Badar ini dalam masyarakat serta
menjadi bacaan populer dalam majlis-majlis ta’lim dan pertemuan. Maka
tak heran bila sampai sekarang Shalawat Badar selalu Populer. di Majelis
Taklim Habib Ali bin Abdurrahman Alhabsyi sendiri di Kwitang tidak
pernah tinggal pembacaan Shalawat Badar tersebut setiap minggunya. untuk
lebih lengkapnya tentang cerita ini teman2 milis MR dan teman temanku
seiman dapat membaca buku yang berjudul “ANTOLOGI Sejarah Istilah
Amaliah Uswah NU” yang disusun oleh H. Soeleiman Fadeli dan Muhammad
Subhan. semoga Allah memberikan sebaik-baik ganjaran dan balasan buat
pengarang Sholawat Badar serta para habaib yang berperan serta
mempopulerkan Shalawat tersebut kepada kita kaum muslimin. Al-Fatihah…..
Sholawat badar merupakan , pernghormatan, pujian, pengakuan dan rasa syukur bagi para Syuhada perang Badar. Hal seperti ini dilakukan pula di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan iringan rebana sebagaimana terlukiskan dalam hadits berikut
[47.76]/4750 Telah menceritakan kepada kami Musaddad Telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Al Mufadldlal Telah menceritakan kepada kami Khalid bin Dzakwan ia berkata; Ar Rubayyi’ binti Mu’awwidz bin `Afran berkata; suatu ketika, Nabi shallallahu `alaihi wasallam dan masuk saat aku membangun mahligai rumah tangga (menikah). Lalu beliau duduk di atas kasurku, sebagaimana posisi dudukmu dariku. Kemudian para budak-budak wanita pun memukul rebana dan mengenang keistimewaan-keistimewaan prajurit yang gugur pada saat perang Badar. Lalu salah seorang dari mereka pun berkata, “Dan di tengah-tengah kita ada seorang Nabi, yang mengetahui apa yang akan terjadi esok hari.” Maka beliau bersabda: “Tinggalkanlah ungkapan ini, dan katakanlah apa yang ingin kamu katakan.”
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam hanya mengkoreksi perkataan “Dan di tengah-tengah kita ada seorang Nabi, yang mengetahui apa yang akan terjadi esok hari” karena Beliau tahu sebatas yang diwahyukan namun beliau tidak melarang ungkapan cinta (sholawat) sebagaimana kita ingin mengungkapkannya dengan pernyataan “katakanlah apa yang ingin kamu katakan”
Bermanfaat untuk amal sholeh (amal kebaikan) saja sekaligus memeriahkan sebuah keramaian / pertemuan.
Bisa sebagai pengganti sedekah ketika tidak punya harta yang bisa disedakahkan
Dari Abu Dzar r.a. berkata, bahwasanya sahabat-sahabat Rasulullah saw. berkata kepada beliau: “Wahai Rasulullah saw., orang-orang kaya telah pergi membawa banyak pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, namun mereka dapat bersedekah dengan kelebihan hartanya.” Rasulullah saw. bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan untukmu sesuatu yang dapat disedekahkan? Yaitu, setiap kali tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, menyuruh pada kebaikan adalah sedekah, melarang kemungkaran adalah sedekah, dan hubungan intim kalian (dengan isteri) adalah sedekah.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah salah seorang di antara kami melampiaskan syahwatnya dan dia mendapatkan pahala?” Rasulullah saw. menjawab, “Bagaimana pendapat kalian jika ia melampiaskan syahwatnya pada yang haram, apakah ia berdosa? Demikian juga jika melampiaskannya pada yang halal, maka ia mendapatkan pahala.” (HR. Muslim)
sumber: https://darisrajih.wordpress.com/2011/05/23/riwayat-sholawat-badar/
Komentar
Posting Komentar