Hari ini jum’at 12 Rajab 1436 H. Tahukah
anda bahwa 956 tahun yang lalu tepat di hari dan tanggal yang sama, di
tahun 479 H terjadi peperangan yang besar antara pasukan Islam dan
pasukan Salibis di bumi Andalus. Iya, Perang tersebut dikenal dengan
Perang Zallaqah. Perang penentu yang kemudian menjadi sebab bertahannya
islam di Andalus lebih dari 250 tahun kemudian.
Sebelum perang Zallaqoh, eksistensi islam di Spanyol benar-benar
berada diambang kehancuran. Perang saudara yang menyebabkan pecahnya
kekuatan islam dalam kerajaan-kerajaan kecil membuat keadaan semakin
genting. Ditengah perselisian yang terjadi antara kelompok tersebut,
Raja Alfonso VI bersama pasukan Salibis telah berhasil meruntuhkan satu
persatu benteng kaum muslim dari utara Spanyol.
Kondisi ini mendorong para pemimpin islam di selatan Andalus
menyudahi perselisihan yang selama ini terjadi. Mereka sepakat meminta
bantuan kepada Yusuf bin Tasyfin pemimpin Daulah Ar-Murabithin yang saat
itu berpusat di Maroko. Ibnu Tasyfin yang telah berusia 79 tahun segera
memenuhi panggilan jihad tersebut.
Bersama 17 ribu pasukan dia bertolak menuju Andalus setelah
menyeberangi selat Gibraltar. Setibanya di Andalus, Ibnu Tasyfiin
menempatkan 5 ribu pasukan di Algeciras sebagai pasukan jaga yang
diperlukan bila pasukan dipukul mundur. Sementara 12 ribu pasukan
lainnya ikut ke medan perang. Akhirnya terkumpullah 30.000 pasukan
muslim hasi koalisi dari Daulah Murabithin, Granada, Kordova dan
Badajoz. Dibawah pimpinan Ibnu Tasyfiin pasukan bergerak menuju Sevilla.
Saat itu camp pasukan salibis hanya berjarak 3 mil dari camp pasukan
muslim.
Sebelum memutuskan untuk perang, Ibnu Tasyfin terlebi dahulu
mengirimkan surat kepada Alfonso VI. Dalam suratnya Ibnu Tasyfin
berkata: “Aku mendengar bahwa anda berdoa supaya dianugerahi kapal-kapal
yang banyak agar bisa menyeberangi lautan demi menuju daerah kami. Kini
kami datang kepadamu, dan engkau akan tahu sendiri akibat dari do’amu
itu. Dan aku wahai Alfonso menawarkan beberapa opsi padamu, masuk islam,
membayar Jizyah atau perang.? Saya beri anda waktu tiga hari”.
Alfonso VI menjawab,
“Aku memilih perang, apa jawabmu.?”
Ibnu Tasyfin membalikkan surat tersebut dan menulis balasannya di
kertas yang sama, “Jawabannya adalah apa yang akan kau lihat dengan mata
kepalamu nanti, bukan apa yang kau dengar dengar telingamu,
keselamatanlah bagi yang mengikuti petunjuk”
Alfonso kembali membalasnya, namun dengan bahsa yang penuh makar,
“Besok adalah hari jumat, hari rayanya orang islam dan kami tidak ingin
berperang pada hari rayanya orang islam. Sabtu adalah hari raya orang
Yahudi sementara dalam pasukan kami banyak prajurit Yahudi. Adapun hari
ahad adalah hari raya kami, bagaimana kalau peperangnya kita tunda
hingga hari senin..?
Ibnu Tasyfin menangkap adanya makar dalam surat Alfonso. Dipersiapkannlah prajurit sebagaimana rencana awal.
Pada malam harinya, yaitu pada malam jumat 12 rajab 479 H, Imam Al-Faqih Ahmad bin Rumaylah Al-Qurthuby yang turut dalam peperangan bermimpi bertemu Rasulullah. Dalam mimpinya Rasulullah berkata: “Kalian pasti menang, dan engkau akan bertemu denganku”.
Ibnu Rumaylah terbangun, hatinya dipenuhi rasa gembira. Mimpi itu
dikabarkan kepada seluruh komandan perang. Semua digemparkan oleh berita
tersebut. Seluruh pasukan dibangunkan. Dengan gagah Ibnu Tasyfin
memerintahkan prajurit untuk membaca surah Al-Anfal. Para khatib
diperintahkan untuk mengobarkan semangat jihad. Sambil keluar masuk
barisan prajurit Ibnu Tasyfin mengatakan dengan suara yang lantang,
“Berbahagialah orang yang meraih syahid. Siapa yang hidup, maka baginya
pahala dari Allah dan ghanimah”.
Hari itu bumi Andalus menyaksikan semangat jihad dan ghiroh yang luar
biasa memenuhi dada kaum muslimin. Para pemimpin bersatu di bawah
kalimat yang sama “La ilaha illallah”.
Dugaan Ibnu Tasyfin terbukti, ternyata benar Alfonso ingin berbuat
makar, dia ingin menyerang pasukan muslim secara tiba-tiba. Namun semua
diluar dugaan Alfonso, karena pasukan muslimin telah bersiap-siap
menghadapi serangan lawan kapan saja.
Sebelumnya pasukan muslimin telah dibagi menjadi tiga faksi.
Faksi pertama: Faksi andalus yang dipimpin oleh Al-Mu’tamad Allallah dengan jumlah pasukan 15.000 personil. Pasukan ini berada di garda terdepan.
Faksi pertama: Faksi andalus yang dipimpin oleh Al-Mu’tamad Allallah dengan jumlah pasukan 15.000 personil. Pasukan ini berada di garda terdepan.
Faksi kedua: Faksi campuran antara pasukan Andalus dan Maroko yang dipimpin oleh Daud bin Aisyah, panglima asal Maroko dengan jumlah pasukan 1100 personil. Pasukan ini berada pada barisan kedua.
Faksi ketiga: Faksi cadang yang sebagian besarnya adalah prajurit Maroko yang dipimpin langsung oleh Ibnu Tasyfiin. Jumlahnya sebanyak 400 personil.
Ditanah lapang yang hijau ini peperangan itu dimulai, Alfonso dan
pasukannya mendapat perlawan yang sengit dari faksi pertama pasukan
muslim. Perang yang terus berkecamuk hingga waktu ashar membuat
masing-masing pihak kewalahan, akhirnya Ibnu Tasyfiin melepaskan
prajurit pimpinannya menuju medan pertempuran. Tambahan personil itu
membuat pasukan muslim kembali kuat. Ibnu Tasyfiin dan sebagian pasukan
membakar camp pasukan salibis, kobaran api yang menghanguskan camp
rupanya membuat salibis panik. Konsentrasi mereka terpecah, mereka
dihadapkan pada pilihan antara menjaga camp atau menghadapi pasukan kaum
muslimin. Akhirnya Alfonso dan prjuritnya berhasil dikepung, dan dengan
izin Allah kemenangan diraih oleh kaum muslimin. Dan sebagaimana
mimpinya, Ibnu Rumaylah gugur dalam pertempuran tersebut.
Dari 100 ribu pasukan salibis, hanya tersisa 450 pasukan berkuda.
Alfonso yang kehilangan kainya kembali bersama sisa pasukan yang
kesemuanya dalam keadaan terluka. Dari 450 pasukan tersebut, hanya 100
pasukan berkuda yang selamat hingga Toledo. Pasukan lainnya mati dalam
perjalanan pulang.
Sebuah kemenangan yang luar biasa.
sumber: https://www.kisahislam.net/2015/05/02/suatu-hari-dibawah-langit-andalus/
Komentar
Posting Komentar