Hasan al-Basri (642 – 728 atau 737); bahasa Arab:حسن البسری ; Abu Sa’id al-Hasan ibn Abi-l-Hasan Yasar al-Basri) ialah ahil teologi Arab terkenal dan cendekiawan Islam.
Hassan al-Basri dilahirkan di Madinah pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin al-Khattab pada tahun 21 Hijrah (642
Masehi). Pernah menyusu pada Ummu Salmah, isteri Rasulullah S.A.W.,
ketika ibunya keluar melaksanakan suruhan beliau. al-Hassan al-Basri
pernah berguru kepada beberapa orang sahabat Rasul S.A.W. sehingga
beliau muncul sebagai ulamak terkemuka dalam peradapan Islam. al-Hassan
al-Basri meninggal di Basrah, Iraq, pada 110 Hijrah (728 Masihi). Beliau
pernah hidup pada zaman pemerintahan Khalifah Abdul Malik b. Marwan.
Suatu hari ummahatul mu’minin, Ummu Salamah, menerima khabar bahwa
mantan “maula” (pembantu wanita)-nya telah melahirkan seo¬rang putera
mungil yang sehat. Bukan main gembiranya hati Ummu Salamah mendengar
berita tersebut. Diutusnya seseorang untuk mengundang bekas pembantunya
itu untuk menghabiskan masa nifas di rumahnya.
Ibu muda yang baru melahirkan tersebut bernama Khairoh, orang yang
amat disayangi oleh Ummu Salamah. Rasa cinta ummahatul mu’minin kepada
bekas maulanya itu, membuat ia begitu rindu untuk segera melihat
puteranya. Ketika Khairoh dan puteranya tiba, Ummu Salamah memandang
bayi yang masih merah itu dengan penuh sukacita dan cinta. Sungguh bayi
mungil itu sangat menawan. “Sudahkah kau beri nama bayi ini, ya
Khairoh?” tanya Ummu Salamah. “Belum ya ibunda. Kami serahkan kepada
ibunda untuk menamainya” jawab Khai¬roh. Mendengar jawaban ini,
ummahatul mu’minin berseri-seri, seraya berujar “Dengan berkah Allah,
kita beri nama Al-Hasan.” Maka do’apun mengalir pada si kecil, begitu
selesai acara pembe¬rian nama.
Al-Hasan bin Yasar – atau yang kelak lebih dikenal sebagai Hasan
Al-Basri, ulama generasi salaf terkemuka – hidup di bawah asuhan dan
didikan salah seorang isteri Rasulullah SAW: Hind binti Suhail yang
lebih terkenal sebagai Ummu Salamah. Beliau adalah seorang puteri Arab
yang paling sempurna akhlaqnya dan paling kuat pendiriannya, ia juga
dikenal – sebelum Islam – sebagai penulis yang produktif. Para ahli
sejarah mencatat beliau sebagai yang paling luas ilmunya di antara para
isteri Rasulullah SAW.
Waktu terus berjalan. Seiring dengan semakin akrabnya hubun¬gan
antara Al-Hasan dengan keluarga Nabi SAW, semakin terbentang luas
kesempatan baginya untuk ber”uswah” (berteladan) pada ke¬luarga
Rasulullah SAW. Pemuda cilik ini mereguk ilmu dari rumah-rumah ummahatul
mu’minin serta mendapat kesempatan menimba ilmu bersama sahabat yang
berada di masjid Nabawiy.
Ditempa oleh orang-orang sholeh, dalam waktu singkat Al-Hasan mampu
meriwayatkan hadist dari Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abu Musa
Al-Asy’ari, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Anas bin Malik dan
sahabat-sahabat RasuluLlah lainnya.
Al-Hasan sangat mengagumi Ali bin Abi Thalib, karena keluasan ilmunya serta kezuhudannya. Penguasan ilmu sastra Ali bin Abi Thalib yang demikian tinggi, kata-katanya yang penuh nasihat dan hikmah, membuat Al-Hasan begitu terpesona.
Al-Hasan sangat mengagumi Ali bin Abi Thalib, karena keluasan ilmunya serta kezuhudannya. Penguasan ilmu sastra Ali bin Abi Thalib yang demikian tinggi, kata-katanya yang penuh nasihat dan hikmah, membuat Al-Hasan begitu terpesona.
Pada usia 14 tahun, Al-Hasan pindah bersama orang tuanya ke kota
Basrah, Iraq, dan menetap di sana. Dari sinilah Al-Hasan mulai dikenal
dengan sebutan Hasan Al-Basri. Basrah kala itu terkenal sebagai kota
ilmu dalam Daulah Islamiyyah. Masjid-masjid yang luas dan cantik
dipenuhi halaqah-halaqah ilmu. Para sahabat dan tabi’in banyak yang
sering singgah ke kota ini.
Di Basrah, Hasan Al-Basri lebih banyak tinggal di masjid, mengikuti halaqah-nya Ibnu Abbas. Dari beliau, Hasan Al-Basri banyak belajar ilmu tafsir, hadist dan qiro’at. Sedangkan ilmu fiqih, bahasa dan sastra dipelajarinya dari sahabat-sahabat yang lain. Ketekunannya mengejar dan menggali ilmu menjadikan Hasan Al-Basri sangat ‘alim dalam berbagai ilmu. Ia terkenal sebagai seorang faqih yang terpercaya.
Keluasan dan kedalaman ilmunya membuat Hasan Al-Basri banyak
didatangi orang yang ingin belajar langsung kepadanya. Nasihat Hasan
Al-Basri mampu menggugah hati seseorang, bahkan membuat para
pendengarnya mencucurkan air mata. Nama Hasan Al-Basri makin harum dan
terkenal, menyebar ke seluruh negeri dan sampai pula ke telinga
penguasa.
Ketika Al-Hajaj ats-Tsaqofi memegang kekuasan gubernur Iraq, ia
terkenal akan kediktatorannya. Perlakuannya terhadap rakyat¬ terkadang
sangat melampaui batas. Nyaris tak ada seorang pun penduduk Basrah yang
berani mengajukan kritik atasnya atau menen¬tangnya. Hasan Al-Basri
adalah salah satu di antara sedikit penduduk Basrah yang berani
mengutarakan kritik pada Al-Hajaj. Bahkan di depan Al-Hajaj sendiri,
Hasan Al-Basri pernah menguta¬rakan kritiknya yang amat pedas.
Saat itu tengah diadakan peresmian istana Al-Hajaj di tepian kota
Basrah. Istana itu dibangun dari hasil keringat rakyat, dan kini rakyat
diundang untuk menyaksikan peresmiannya. Saat itu tampillah Hasan
Al-Basri menyuarakan kritiknya terhadap Al-Hajaj:
“Kita telah melihat apa-apa yang telah dibangun oleh Al-Hajaj. Kita juga telah mengetahui bahwa Fir’au membangun istana yang lebih indah dan lebih megah dari istana ini. Tetapi Allah menghancurkan istana itu … karena kedurhakaan dan kesombongannya …”
“Kita telah melihat apa-apa yang telah dibangun oleh Al-Hajaj. Kita juga telah mengetahui bahwa Fir’au membangun istana yang lebih indah dan lebih megah dari istana ini. Tetapi Allah menghancurkan istana itu … karena kedurhakaan dan kesombongannya …”
Kritik itu berlangsung cukup lama. Beberapa orang mulai cemas dan berbisik kepada Hasan Al-Basri, “Ya Abu Sa’id, cukupkanlah kritikmu, cukuplah!” Namun beliau menjawab, “Sungguh Allah telah mengambil janji dari orang-orang yang berilmu, supaya menerangkan kebenaran kepada manusia dan tidak menyembunyikannya.”
Begitu mendengar kritik tajam tersebut, Al-Hajaj menghardik para
ajudannya, “Celakalah kalian! Mengapa kalian biarkan budak dari Basrah
itu mencaci maki dan bicara seenaknya? Dan tak seo¬rangpun dari kalian
mencegahnya? Tangkap dia, hadapkan kepadaku!” .
Semua mata tertuju kepada sang Imam dengan hati berge¬tar. Hasan
Al-Basri berdiri tegak dan tenang menghadapi Al-Hajaj bersama puluhan
polisi dan algojonya. Sungguh luar biasa ketenan¬gan beliau. Dengan
keagungan seorang mu’min, izzah seorang muslim dan ketenangan seorang
da’i, beliau hadapi sang tiran.
Melihat ketenangan Hasan Al-Basri, seketika kecongkakan Al-Hajaj
sirna. Kesombongan dan kebengisannya hilang. Ia langsung menyambut Hasan
Al-Basri dan berkata lembut, “Kemarilah ya Abu Sa’id …” Al-Hasan
mendekatinya dan duduk berdampingan. Semua mata memandang dengan kagum.
Mulailah Al-Hajaj menanyakan berba¬gai masalah agama kepada sang
Imam, dan dijawab oleh Hasan Al-Basri dengan bahasa yang lembut dan
mempesona. Semua pertanyaan¬nya dijawab dengan tuntas. Hasan Al-Basri
dipersilakan untuk pulang. Usai pertemuan itu, seorang pengawal Al-Hajaj
bertanya, “Wahai Abu Sa’id, sungguh aku melihat anda mengucapkan
sesuatu ketika hendak berhadapan dengan Al-Hajaj. Apakah sesungguhnya
kalimat yang anda baca itu?” Hasan Al-Basri menjawab, “Saat itu kubaca:
Ya Wali dan PelindungKu dalam kesusahan. Jadikanlah hukuman Hajaj sejuk
dan keselamatan buatku, sebagaimana Engkau telah jadikan api sejuk dan
menyelamatkan Ibrahim.”
Nasihatnya yang terkenal diucapkannya ketika beliau diundang oleh
penguasa Iraq, Ibnu Hubairoh, yang diangkat oleh Yazid bin Abdul Malik.
Ibnu Hubairoh adalah seorang yang jujur dan sholeh, namun hatinya selalu
gundah menghadapi perintah-perintah Yazid yang bertentangan dengan
nuraninya. Ia berkata, “Allah telah memberi kekuasan kepada Yazid atas
hambanya dan mewajibkan kita untuk mentaatinya. Ia sekarang menugaskan
saya untuk memerintah Iraq dan Parsi, namun kadang-kadang perintahnya
bertentangan dengan kebenaran. Ya, Abu Sa’id apa pendapatmu? Nasihatilah
aku …”
Berkata Hasan Al-Basri, “Wahai Ibnu Hubairoh, takutlah kepada Allah
ketika engkau mentaati Yazid dan jangan takut kepada Yazid¬ketika engkau
mentaati Allah. Ketahuilah, Allah membelamu dari Yazid, dan Yazid tidak
mampu membelamu dari siksa Allah. Wahai Ibnu Hubairoh, jika engkau
mentaati Allah, Allah akan memelihara¬mu dari siksaan Yazid di dunia,
akan tetapi jika engkau mentaati Yazid, ia tidak akan memeliharamu dari
siksa Allah di dunia dan akhirat. Ketahuilah, tidak ada ketaatan kepada
makhluk dalam ma’siat kepada Allah, siapapun orangnya.” Berderai air
mata Ibnu Hubairoh mendengar nasihat Hasan Al-Basri yang sangat dalam
itu.
Pada malam Jum’at, di awal Rajab tahun 110H, Hasan Al-Basri memenuhi
panggilan Robb-nya. Ia wafat dalam usia 80 tahun. Pendu¬duk Basrah
bersedih, hampir seluruhnya mengantarkan jenazah Hasan Al-Basri ke
pemakaman. Hari itu di Basrah tidak diselenggarakan sholat Ashar
berjamaah, karena kota itu kosong tak berpenghuni.
sumber: http://myquran.org/forum/index.php/topic,11274.0.html
Komentar
Posting Komentar