564 Tahun Jatuhnya Konstantinopel

564 Tahun Jatuhnya Konstantinopel [2]

Kemenangan Panglima Mahmud Al-Fatih (855-886 H) atas Konstantinopel sudah diprediksi Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassallam

PADA Selasa pagi, 20 Jumadil Ula 857 H bertepatan pada tanggal 29 Mei 1453 SM, Sultan Usmani (Ottoman), Muhammad Al-Fatih (Sultan Mehmet II) melancarkan serangan terakhirnya untuk menaklukan Konstantinopel (The Conquest of Constantinople), setelah pengepungan yang terjadi selama lebih dari 50 hari.

Saat penaklukan telah di depan mata, sultan sempat mengatakan akan hadits Rasulullah Shalalallahu ‘Alaihi wassalam telah terpenuhi. “Konstantinopel akan jatuh di tangan seorang pemimpin yang sebaik-baik pemimpin dan tentaranya sebaik-baik tentara.”
Umat Muslim pada saat itu mengetahui betapa pentingnya kota Kontantinopel tersebut dan lokasinya yang strategis serta sabda Rasulullah Shalalallahu ‘Alaihi Wassallam.

Sudah banyak upaya untuk menaklukan kota itu. Persiapan penaklukan kota Konstantinopel sudah dimulai pada masa Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan di tahun 48 Hijriyah.

Tahun 669 M, Pasukan Bani Umayah yang dipimpin Yazid bin Muawiyah menyerang Konstantinopel untuk pertama kalinya. Yazid dikirim Khalifah pertama dari Bani Umayyah, yang juga ayahnya sendiri, Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan untuk membantu Fadhallah bin Ubaid Al Anshari dalam perang darat, yang telah melewati musim dingin (668-669 M) di Kalkedom. Pengepungan  dilakukan di musim semi sampai musim panas. Dalam pengepungan  selama beberapa bulan ini pasuka tidak dapat menaklukan kota itu. Saat pengepungan ini, seorang Sahabat Nabi, Abu Ayub Al Anshari wafat. Beliau dimakamkan di dekat dinding Konstantinopel sesuai wasiatnya.

Dalam hadist  diriwayatkan, ”Aku mendengar baginda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam mengatakan seorang lelaki shalehh akan dikuburkan di bawah tembok tersebut dan aku juga ingin mendengar derapan tapak kaki kuda yang membawa sebaik-baik raja yang mana dia akan memimpin sebaik-baik tentara seperti yang telah diisyaratkan oleh baginda.” (Abu Ayyub al-Anshari)

Tahun 674 M, Pasukan Bani Umayah melakukan serangan lagi ke Konstantinopel yang dikenal dengan sebutan Perang 7 Tahun (674-680 M), yang dilakukan oleh dua angkatan laut dekat Konstantinopel. Penggunaan senjata Yunani yang ditemukan oleh Callinicus yang mudah terbakar berhasil menyelamatkan Kontantinopel.
Baca:  Penaklukan Konstantinopel dan Peran Ulama Sufi
Upaya penaklukan kedua terjadi di masa Sulaiman bin Abdul Malik (98 H) di mana dia mempersiapkan pasukan besar di bawah komando saudara laki-lakinya Maslamah bin Abdul Malik. Dia mengepung kota itu dari darat dan udara selama satu tahun penuh. Upaya itu juga belum dapat membuahkan hasil.

Upaya ketiga terjadi di masa Kekhalifahan Abbasiyah, Harun Ar-Rasyid pada tahun 165 H. Pasukannya dapat mencapai pinggiran Kota Iskedar kemudian Ratu Romawi kala itu menginginkan perdamaian dan berjanji akan membayar jizyah. Sultan Ar-Rasyud setuju dan kembali tanpa melakukan penaklukan.

Upaya-upaya tersebut terhenti sehingga Allah Subhanahu Wata’ala berkehendak penaklukan tersebut dilakukan oleh Sultan Muhammad bin Murad (Al Fatih). Dia merupakan anak ketujuh di keluarga Kerajaan Utsmani, yang didirikan dari perbatasan Vienna, Austria (Kekaisaran Usmani tidak memasuki Kota Vienna) di Eropa tengah, hingga ke Yaman di Selatan. Mencakup semua negara-negara Arab kecuali Barat Jauh.

Karena iman, Tembok Konstantinopel setinggi 18 meter dan selama berabad-abad tidak pernah bisa ditaklukkan siapapun akhinya jatuh oleh Panglima Muhammad al Fatih

Muhammad Al-Fatih dilahirkan pada tahun 833 Hijriyah atau 1429 Masehi. Dia menjadi pemimpin pada umur 22 tahun. Ayahnya, Sultan Murat, telah menunjuk ulama Syeikh Ahmad bin Ismail Alkawrani untuk mengajar dan membesarkannya.  Alkawrani merupakan seorang ulama dan cendekiawan. Dia kemudian pergi ke Kairo dan belajar hadits dari Ibnu Hajar. Selain itu Sultan Muhammad juga mempelajari Al-Quran, fiqih serta matematika, geografi, sejarah dan ilmu militer. Dia dapat menguasai beberapa bahasa selain Turki, seperti Persia dan Arab.

Salah satu ulama yang berpengaruh dalam membesarkan Sultan Al-Fatih adalah Syeikh Muhammad bin Hamzah yang lebih dikenal sebagai Syeikh Syamsuddin. Ia merupakan seorang ilmuwan medis dan telah menerbitkan beberapa kitab. Ia juga melakukan penelitian mengenai ilmu tumbuh-tumbuhan. Dialah yang selalu mengingatkan Muhammad Al-Fatih mengenai hadits Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam mengenai penaklukan Konstantinopel yang berbunyi:  “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” [H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335].
Baca:  Mencari Pelanjut Generasi al-Fatih
Setiap saat, Syeikh Syamsuddin  berharap dan mengingatkan Sultan Al-Fatih adalah orang yang dimaksudkan Nabi dalam hadits tersebut. Sejak itu Sultan Muhammad Al-Fatih bertekad untuk menaklukan Kota Konstantinopel, salah satu kota terpenting di dunia kala itu, dan ibu kota Kekaisaran Romawi selama hampir 16 abad.

Al-Fatih  memulai membangun sebuah benteng dari sisi Eropa di selat Bosporus untuk menguasai jalur airnya. Di Ibu Kota Adrianopel, meriam-meriam besar dibangun di bawah pengawasan dua insinyur, salah satunya seorang Muslim dan lainnya seorang Hungaria bernama Orban. Salah satu meriam terbesar yang pernah dirakit. Rudalnya mempunyai berat 300 kg dan jangkauan tembaknya dapat mencapai lebih dari satu mil.

Dalam sejarah ditulis,  pasukan Sultan Al-Fatih tiba di kota Konstantinopel  hari Kamis 26 Rabiul Awal 857 H atau 6 April 1453 M. Di hadapan tentaranya, Sulthan Al-Fatih lebih dahulu berkhutbah mengingatkan tentang kelebihan jihad, kepentingan memuliakan niat dan harapan kemenangan di hadapan Allah Subhana Wa Ta’ala. Dia juga membacakan ayat-ayat Al-Qur’an mengenainya serta hadis Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tentang pembukaan kota Konstantinopel. Ini semua memberikan semangat yang tinggi pada bala tentera dan lantas mereka menyambutnya dengan zikir, pujian dan doa kepada Allah Subhana Wa Ta’ala.

Pengepungan dimulai pada 9 April 1453 M, terpusat pada bagian darat. Sebenarnya mereka juga melakukan pengepungan di laut. Kontantinopel sendiri dikenal memiliki benteng sangat kuat yang telah banyak pasukan gagal menaklukkannya. Selain memiliki tembok besar menjulang 12 meter di darat,  juga memiliki sebuah rantai raksasa yang dibentangkan di mulut selat Tanduk Emas terbukti efektif menahan angkatan laut Pasukan Usmani. Sebelumnya, tidak ada kapal yang dapat melewati rantai ini. Sultan Al-Fatih terus memikirkan cara menghindari rantai tersebut. Dia memerintahkan untuk mengirim kapal dari darat menggunakan kayu yang telah dilapisi minyak dan menempatkannya di sisi lain saluran tersebut. Rakyat Konstantinopel terkejut mengetahui pasukan Usmani  telah berada di dalam pagar mereka.

Sultan Muhammad Al-Fatih pun melancarkan serangan besar-besaran ke benteng Byzantium di sana. Takbir “Allahu Akbar, Allahu Akbar!” terus membahana di angkasa Konstantinopel seakan-akan kota ini segera runtuh.
 
Pada 27 Mei 1453 M, Sultan Muhammad Al-Fatih bersama tentaranya berusaha keras membersihkan diri di hadapan Allah Subhana Wa Ta’ala dengan memperbanyak shalat,  dan dzikir. Hingga tepat jam 1.00 dini hari hari Selasa 20 Jumadil Awal 857 H atau bertepatan dengan tanggal 29 Mei 1453 M,  (sebagian mengatakan ba’da shalat Subuh), Sultan Al-Fatih, memasuki tenda murabbi-nya, Syeikh Syamsuddin dan menemukan beliau sedang khusu’ berdoa kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Sultan menganggap inilah  sebuah pertanda baik.

Sultan akhirnya memerintahkan serangan utama. Para mujahidin diperintahkan supaya meninggikan suara takbir dan kalimah tauhid sambil menyerang kota. Meriam-meriam segera ditembakkan. Menyebabkan sebuah lubang di pagar benteng.

Dengan ketekunan yang besar, Pasulan Sultan Al-Fatih juga menyerang bagian tembok yang berada di dekat Gerbang St. Romanus, tempat Kaisar berperang bersama tentaranya. Salah satu pembela utama kota tersebut, Kapten Genoa Giovanni Giustiniani mengalami luka parah dan terpaksa meninggalkan pertarungan tersebut. Kerugian atas serangan ini konon tidak bisa diperbaiki lagi bagi Kekaisaran Byzantium. Dinding  bentengnya retak dan Kaisar jatuh saat pertempuran. Tidak ada informasi spesifik tentang kematiannya. Menurut legenda populer, orang Turki hanya bisa memasuki kota setelah adanya pengkhianatan internal, saat seseorang membuka Kerkoporta. Pada akhirnya para pembela HAM dikepung.

Dalam pertempuran ini,  salah satu tentara pertama yang syahid bernama Waliyudin Sulaiman. Para tentara menerobos  dan pasukan Usmani (Utsmaniyyah) akhirnya berhasil menembus  Konstantinopel melalui Pintu Edirne dan mereka mengibarkan bendera Daulah Utsmaniyyah di puncak kota.

Inilah hari gelap yang ditandai dalam sejarah Kristen, di mana Pasukan Usmani menyerang dan mengalahkan tentara yang dipimpin Kaisar Byzantium Constantine XI Palaiologos setelah pengepungan selama 53 hari. Sejarawan menyebut jatuhnya Konstantinopel  sebagai akhir dari Abad Pertengahan karena Kekaisaran Romawi yang berdiri sejak abad klasik di Barat (27 SM-476 M), kemudian dilanjutkan oleh Byzantium di Timur (330 M-1453 M) itu akhirnya benar-benar terhapus dari sejarah.

Pasukan sultan berarak-arakan hingga mencapai gereja Hagia Sophia di mana penduduk kota tersebut telah berkumpul. Ketika mereka mengetahui bahwa Sultan telah tiba, mereka bersujud dan membungkuk serta menangis karena mereka tidak mengetahui apa yang Sultan Muhammad Al-Fatih, semoga Allah Subhanahu Wata’ala merahmatinya, akan lakukan pada mereka.
Baca:  Wasiat Terakhir Al-Fatih
Ketika Sultan tiba, dia turun dari kudanya dan shalat dua rakaat sebagai bentuk rasa syukur karena Allah telah mengkaruniainya penaklukan itu. Kemudian Sultan Al-Fatih berkata pada penduduk kota tersebut yang saat itu masih bersujud dan menunduk dalam tangis;

“Berdirilah! Saya Sultan Muhammad dan saya ingin memberitahu kalian, saudara-saudara kalian, dan semua penduduk yang hadir bahwa nyawa dan kebebasan kalian dilindungi.”

Sultan Al-Fatih kemudian memerintahkan agar gereja tersebut diubah menjadi masjid dan untuk pertama kalinya, panggilan adzan terdengar dari tempat itu. Hingga saat ini, masjid itu masih dikenal sebagai Masjid Hagia Sophia. Dia juga memutuskan untuk menjadikan Konstantinopel ibukota dari negaranya. Yang nantinya menjadi Islambul berarti “Rumah Islam” atau juga ‘Menemukan Islam”. Dansekarang diganti menjadi Istanbul.

Para tentara menerobos dan pasukan Usmani (Utsmaniyyah) akhirnya berhasil menembus Konstantinopel melalui Pintu Edirne dan mereka mengibarkan bendera Daulah Utsmaniyyah di puncak kota

Sultan Al-Fatih yang memperoleh kemenangan di usia 23 tahun ini dikenal sangat toleran pada penduduk kota itu dan bertindak berdasarkan ajaran Islam. Dia memerintahkan tentaranya agar memperlakukan tahanan perang dengan baik. Sultan bahkan membayar tebusan bagi sejumlah besar tahanan perang dengan uangnya sendiri. Dia juga memperbolehkan orang-orang yang sebelumnya tinggal dalam pengepungan untuk pulang ke rumah mereka.

Menaklukkan Roma
Sultan Muhammad Al-Fatih, semoga Allah Subhanahu Wata’ala merahmatinya,  menandakan dia merupakan seorang jenius dalam militer.  Setelah penaklukan Konstantinopel, Sultan menuju Balkan melengkapi penaklukannya. Dia dapat menaklukan Serbia, Yunani, Romania, Albania dan Bosnia Herzegovina. Dia juga berharap untuk menaklukan Roma sehingga dia akan memiliki kebanggaan lain selain penaklukan Konstantinopel.
Baca:  Syaikh Aaq Syamsuddin Sang Penakluk Maknawi Konstantinopel
Dalam mencapai harapan besarnya itu, dia harus menaklukan Roma, Italia. Sebuah armada besar dipersiapkan dalam misi ini. Dia dapat mendaratkan pasukan dan sejumlah besar meriamnya di dekat Kota Otarant, Italia. Karena itu dia dapat menduduki kastil Otarant pada Jumadil Awal 885 Hijriyah bertepatan bulan Juli 1480 Masehi.

Sultan Muhammad Al-Fatih,  memutuskan untuk menjadikan Otarant sebagai basis operasi militer utara hingga dia dapat mencapai Roma. Negara-negara Eropa merasa ketakukan dikarenakan upaya-upayanya dan mereka mengira Roma akan jatuh ke tangan Muhammad Al-Fatih.

Pada tanggal 4 Rabiul Awwal 886 Hijriyah bertepatan 3 Mei 1481 M, saat Sultan Al Fatih sedang bersiap untuk mewujudkan mimpinya menaklukkan Roma,  Allah Subhanahu Wata’ala memanggilnya saat dalam perjalanan penaklukkan. Sultan Muhammad Al-Fatih saat itu berusia 52 tahun dan memerintah selama 31 tahun. Sebagaikan pendapat mengatakan wafatnya Sultan  Al-Fatih karena diracun oleh dokter pribadinya, Ya’qub Basya, Wallahu a’lam.

Mengetahui hal itu, Eropa merasa sangat senang. Paus Roma bahkan memerintahkan doa kegembiraan yang dilakukan di gereja-gereja untuk mengekspresikan kebahagiaan atas berita itu. Semoga Allah Subhanahu Wata’ala merahmatinya dan melahirkan generasi baru yang melanjutkan perjuangannya kelak.
 
sumber : https://www.hidayatullah.com/kajian/sejarah/read/2017/05/31/117692/564-tahun-jatuhnya-konstantinopel.html

Komentar