Pertempuran Iwo Jima pada Perang Dunia II Laiknya Misi Bunuh Diri Massal Puluhan Ribu Pasukan Sekutu, Kok Bisa?
Intisari-Online.com - Operasi serbuan pasukan Sekutu
yang dimotori pasukan AS untuk merebut Pulau Iwo Jima pada Perang Dunia
II seperti melaksanakan misi bunuh diri.
Pulau suci yang dipertahankan mati-matian oleh pasukan Jepang secara
istimewa itu merupakan pertahanan alam yang strategis dan diperkuat
dengan persenjataan berat agar tidak mudah jatuh ke tangan Sekutu.
Perlu perjuangan berat dan pertempuran habis-habisan yang memakan korban
besar dari kedua belah pihak untuk menguasai pulau Iwo Jima.
(Baca juga: Foto Ikonik Pengibaran Bendera AS di Pulau Iwo Jima pada Perang Dunia II Digugat Sejarawan Amatir)
Apalagi selain memiliki pertahanan yang
kuat, Iwo Jimo juga dipertahankan oleh pasukan tempur Jepang fanatik
sehingga korban jiwa yang jatuh di pihak Sekutu demikian besar.
Tapi korban yang dialami pasukan AS sebenarnya bisa dikurangi jika
mereka tidak melakukan kesalahan awal dalam strategi tempur dan lemahnya
data intelijen yang dimiliki oleh militer AS.
Akibat kesalahan strategi dan data intelijen yang tidak akurat itu
menyebabkan pasukan AS cenderung meremehkan kekuatan lawan, sehingga
harus dibayar dengan tewasnya puluhan ribu prajurit.
Target serbuan marinir AS ke Iwo Jima yang dilaksanakan pada bulan
Februari-Maret 1945 merupakan serangan yang bersifat politis.
Tekad pasukan Sekutu setelah merebut Iwo Jima adalah menembus langsung
jantung perlawanan sekaligus pusat kekuasaan musuh di Tokyo, Jepang.
Dalam perang untuk memperebutkan pulau yang memiliki gunung aktif
Suribachi itu, Sekutu sebenarnya kurang menyadari bahwa perlawanan yang
akan diberikan Jepang demikian habis-habisan.
Pasalnya, saat itu Iwo Jima merupakan pulau tentara yang memiliki fanatisme tertinggi kepada Kaisar Hirohito.
Di pulau ini juga terdapat tiga pangkalan rahasia pesawat-pesawat
Kamikaze yang setiap saat bisa menyerang armada laut dan udara Sekutu.
(Baca juga: Ternyata Beberapa Bintang Hollywood Ini Pernah Ikut dalam Perang Dunia II, Ada Satu yang Paling Dicari Adolf Hitler)
Prediksi Sekutu yang cenderung merendahkan pertahanan Iwo Jima,
sesungguhnya cukup fatal karena sebagai basis pertahanan terakhir,
sebanyak 27.000 pasukan Jepang yang mempertahankan Iwo Jima telah
bersumpah untuk bertempur sampai mati.
Kurang menyadari pasukan Jepang yang selalu bertempur dengan semangat
Banzainya, bertahan sampai prajurit terakhir itu, terlihat pada
pengerahan kekuatan Sekutu yang didominasi oleh Marinir AS dan “hanya”
menerjunkan kekuatan sebanyak 72.000 serdadu.
Pasukan marinir AS yang diterjunkan meliputi Divisi Marinir ke 3, 4, dan
5 serta masih ditambah kekuatan pendukung dari unit serang laut dan
udara.
Jenderal-jenderal AS yang merupakan arsitek penggempur Iwo Jima antara
lain, Komandan Armada ke-8 AS, Admiral RA Spruance, Wakil Komandan dan Joint Expeditionary Force Command Admiral RK Turner, dan Komandan USMC Command Expeditionary Trops, Letjen HM Smith.
Mengetahui kekuatan Sekutu lebih besar, pemimpin pasukan Jepang di Iwo Jima, Jenderal Tadamichi Kuribayashi tidak merasa gentar.
Ia lalu memerintahkan kepada setiap prajurit Jepang agar mampu menghabisi minimal 10 tentara AS.
Perintah Jenderal Kuribayashi rupanya dijalankan betul oleh tentara
Jepang yang berusaha mempertahankan pulau Iwo Jima mati-matian, inchi
demi inchi dan telah mengakibatkan perang paling brutal sepanjang PD II.
Sebanyak 26.000 marinir AS tewas, sedangkan nyaris semua prajurit Jepang, termasuk Kuribayashi sendiri, terbunuh.
Jika dikalkulasi jumlah marinir yang tewas itu sama dengan sepertiga seluruh kekuatan marinir AS.
(Baca juga: Death March: Long March Maut yang Sebabkan Puluhan Ribu Pasukan Sekutu Tewas di Filipina pada PD II)
Secara perhitungan militer jika dalam sebuah operasi militer prajurit
yang gugur mencapai sepertiga, operasi militer itu sudah merupakan
operasi yang gagal. Meskipun faktanya secara politik pasukan Jepang di
Iwo Jima berhasil dikalahkan pasukan AS.
Semua itu terjadi karena sejumlah faktor yang seharusnya bisa
diantisipasi, seperti tidak meremehkan kekuatan Jepang dan kurang
memahami situasi alam Iwo Jima.
Banyak tank dan ranpur lapis baja lainnya terjebak pasir vulkanik sehingga tidak bisa bergerak sama sekali. Dalam kondisi statis itu tank dan ranpur marinir menjadi sasaran empuk
meriam-meriam kaliber besar Jepang yang bersarang di lereng-lereng
gunung.
Yang pasti, pendaratan marinir di Iwo Jima telah memberikan pelajaran
pahit bagi pasukan Sekutu dan itu akan menjadi pelajaran sangat beharga
bagi operasi amfibi berikutnya.
(Baca juga: Siapa Sangka, Kota yang Kini Sangat Megah Ini Pernah Jadi Ajang Pembantaian Pasukan Jepang Pada PD II)
Operasi pendaratan amfibi yang beresiko tinggi harus disiapkan secara matang.
Pasalnya jika tidak disiapkan secara matang dan berdasar masukan
intelijen yang memadai sama saja menngirim ribuan pasukan untuk bunuh
diri.
sumber: http://intisari.grid.id/unique/others/pertempuran-iwo-jima-pada-perang-dunia-ii-laiknya-misi-bunuh-diri-massal-puluhan-ribu-pasukan-sekutu-kok-bisa?
Komentar
Posting Komentar