Intisari-Online.com – Salah seorang yang banyak
berjasa pada masa Perang Dunia II, maupun sesudahnya ialah Jenderal
MacArthur. Di AS, ia seorang tokoh kontroversial, tetapi di Jepang ia
dianggap dewa.
Di masa pendudukan AS di Jepang setelah Perang Dunia II selesai, ia
menunjukkan kemampuan dan sifat-sifatnya yang unggul. Siapakah Jenderal
MacArthur? Mari menyimak tulisan yang pernah dimuat dalam rubrik Cukilan Buku, Mac Arthur “Anak Mama” yang Menjadi Jenderal Besar ini.
--
(Baca juga: Korea Utara vs Korea Selatan: Dari Dulu Perang Korea 'Hanya' Jadi Ajang Rebutan Negara Adikuasa)
MacArthur pernah ke Jepang empat puluh tahun sebelumnya. Ketika
berperang melawan mereka, ia banyak membaca buku tentang cara berpikir
orang Jepang, cara hidup mereka, politik mereka, ekonomi mereka, dan
bahkan folklore mereka.
Tanggal 2 September 1945 di geladak kapal perang Missouri di Teluk
Tokyo dilakukan upacara penandatangan pernyataan takluk Jepang terhadap
Sekutu. Letjen Jonathan M. Wainwright, Jenderal AS yang dipaksa
menandatangani surat menyerah pada Jepang di Filipina tanggal 6 Mei
1942, dan Letjen Inggris Arthur E Percival, yang dipaksa menyerah di
Singapura, mendapat tempat kehormatan mengapit MacArthur.
Di belakang dan di kiri-kanan mereka berdiri para jenderal dan
laksamana Inggris, Kanada, Australia, Selandia Baru, Rusia, Cina dan
Belanda selain Amerika. Mereka berdiri membentuk huruf U. Orang-orang
Jepang mendapat tempat di ujung lain, berhadapan dengan MacArthur.
Diplomat-diplomat Jepang dikepalai oleh Menlu Mamoru Shigematsu. Ia
disertai antara lain oleh Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Joshijiro
Umezu dan Toshikazu Kase, lulusan Amherst serta Harvard.
(Baca juga: Semenanjung Korea Memanas: Inilah Perbandingan Kekuatan Militer AS, China, Korsel dan Korut)
MacArthur muncul diiringi Admiral Chester W. Nimitz dan Admiral
Wiliam T. Halsey. Ia tidak memakai medali satu pun juga, padahal para
jenderal dan admiral lain mencantumkan tanda- tanda kehormatan yang
pernah mereka peroleh.
Seorang anggota AL berbisik kepada temannya. "Lihat si Mac. Memang
dia tidak punya bintang?" Kawannya menjawab, "Kalau dia pakai semua,
bisa-bisa penuh sampai belakang."
Selesai upacara penandatanganan, MacArthur mendekati mikrofon untuk
mengucapkan pidato perdamaian yang disiarkan sampai Amerika. "Hari ini
meriam-meriam bungkam. Suatu tragedi besar telah berakhir. Langit tidak
lagi menghujankan kematian dan laut hanya mengembangkan perdagangan.
Manusia di segala penjuru dunia bisa berjalan tegak di bawah sinar
matahari," katanya.
Dilamar wanita Jepang
Di luar dugaan lawan-lawannya, ternyata Jepang yang kalah itu sangat
jinak. Mereka menyerahkan nasibnya kepada Mac-Arthur, yang dianggap oleh
bekas PM Kantaro Suzuki sebagai 'berjiwa bushido', artinya berjiwa
luhur seperti seorang samurai. Praktis ketika itu MacArthur diberi
kekuasaan absolut di Jepang oleh Presiden Truman (kemudian Truman
menyesal memberi kekuasaan besar itu). Itu keuntungan besar bagi orang
Jepang.
(Baca juga: Tak Peduli dengan Ancaman AS yang Direstui China, Korut Tetap Uji Coba Tembakkan Rudal Balistik)
MacArthur tahu orang Jepang sangat menghargai martabat. Ia juga tahu
orang Jepang itu besar potensinya, walaupun kecil negaranya. Jadi yang
ia lakukan ialah menjadi pelindung, bukan penjajah. Ia membantu mereka
untuk berdiri sendiri, tanpa mencampuri urusan kultur mereka.
Bagi orang Barat, MacArthur itu otoriter. Ia suka menyensor pers.
Namun buat orang Jepang, sifat-sifatnya rupanya cocok: ia menuntut
loyalitas, ia berani dan dramatis. Ia juga bekerja tujuh hari seminggu,
artinya ia sungguh-sungguh melaksanakan tugasnya. Hal itu membangkitkan
semangat orang Jepang yang sedang kehilangan pegangan.
MacArthur juga tahu, melarang tentaranya mengadakan hubungan sosial
dengan penduduk setempat merupakan kebijaksanaan yang buruk. Setelah
tentara pendudukan tidak curiga lagi pada orang Jepang, mereka rajin
menyeberangkan orang-orang tua dan menolong penduduk, sehingga cepat
populer di kalangan rakyat. Jumlahnya segera bisa dikurangi. Bulan
Desember tinggal 150.000 tentara AS dan 38.000 tentara Inggris di
Jepang.
Musim gugur tahun 1945 sekitar 6,5 juta bekas tentara Jepang akan
pulang. Mereka harus diberi makan. MacArthur menyuruh bangun dapur-dapur
umum dan meminta dikirimkan segera 3,5 juta ton makanan. Ketika
Pentagon dan Kementerian Luar Negeri rewel, ia mengetuk kawat: "Beri
saya makanan atau beri saya peluru."
Orang-orang Jepang menyebutnya dengan lafal mereka: "Makassar", yang
bila diterjemahan artinya "kiri merah'. Berkat si Kiri Merah yang murah
hati dan tindakan Stalin yang menahan orang-orang Jepang sebagai budak,
penganut Marxisme di Jepang merosot dengan hebat. Akibat kebijaksanaan
landreform, bendera merah tidak pernah muncul di desa. Bagi AS mungkin
ini jasa paling besar dari MacArthur. Tidak sia-sia ia mendapat satu
juta dolar sehari untuk memperkenalkan kata dan konsep baru ke Jepang,
yaitu 'demokarashi'. Bahkan Putra Makota Akihito mendapat tutor (guru
pribadi) orang AS.
MacArthur menetapkan Habeas Corpus, memperkenalkan higiene
modern, gizi seimbang dan KB. Ia menggalakkan imunisasi dan menangani
wabah sehingga kolera, TBC, difteri, disentri serta tifus merosot. Ia
minta bantuan ahli-ahli AS dan menekankan pentingnya perhatian
dipusatkan pada generasi berikutnya. Buku pegangan baru dibuat dan ia
melarang diskriminasi atas dasar ras, kepercayaan, politik, dan posisi
sosial.
Anak-anak Jepang pun- segera bercita-cita menjadi dokter, negarawan,
guru dan sebagainya. Dalam suatu survei, cuma seorang anak ingin menjadi
perwira. Itu pun ingin menjadi MacArthur.
sumber: http://intisari.grid.id/Inspiration/Figure/Douglas-Macarthur-Pahlawan-Besar-As-Saat-Perang-Dunia-Ii-Namun-Dipecat-Saat-Perang-Korea
Komentar
Posting Komentar