Selain hobi keliling mengunjungi barak prajurit, Jenderal M. Jusuf yang gemar serba cepat juga hobi ngebut. Kerap menimbulkan "korban".
JENDERAL
M. Jusuf dikenal sebagai panglima yang perhatian kepada prajurit.
Hari-harinya selama menjabat sebagai Menhankam/Pangab di kabinet
Pembangunan III lebih banyak dihabiskan di lapangan untuk meninjau
langsung kesiapan pasukan dan persenjataan atau kondisi kehidupan para
prajurit beserta keluarga mereka. Kebiasaan itu telah dilakukan Jusuf
jauh sebelum dia menduduki kursi nomor satu ABRI.
Namun
selain hobi memperhatikan prajurit, Jusuf juga hobi ngebut menggunakan
jip. Kebiasaannya sejak masih perwira pertama itu dilakukannya untuk
inspeksi mendadak ke lapangan. Ketika sudah menjabat sebagai Pangdam
Hasanuddin, kebiasaan itu tetap dilanjutkannya. “Menurut cerita
ajudannya waktu itu, meskipun menjabat panglima, Jusuf sering menyetir
mobil jipnya sendiri ke daerah-daerah yang masih rawan atau untuk
meninjau pasukannya,” tulis Atmadji Sumarkidjo dalam Jenderal M. Jusuf Panglima Para Prajurit.
Baca juga: Jenderal Takut Kepergok Merokok
Bila
sudah mengendarai jipnya, Jusuf akan memacu laju mobil sekencang
mungkin, tak peduli keamanan daerah yang dilaluinya maupun ganasnya
medan. Hal itulah yang membuat Mayor Himawan Soetanto (dan Yon 330
Siliwangi, di kemudian hari menjabat sebagai Kasum ABRI) dan Letda TB
Silalahi (dan Ki kavaleri, di kemudian hari menjabat menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara) kagum terhadapnya. Himawan mengisahkan
pertemuan pertamanya dengan Jusuf terjadi ketika Jusuf melakukan
inspeksi mendadak (sidak) ke Pare-Pare, tempat Himawan bertugas Jusuf
datang tanpa ajudan dan pengawal.
Pengaawalan
bukannya tak pernah digunakan Jusuf ketika melakukan sidak. Namun,
jumlah yang besar membuat laju pengawal tak bisa cepat. Jusuf tak betah
berlambat-lambat. Biasanya, kalau sudah begitu Jusuf akan berjalan
duluan. “Pokoknya kalau panglima sudah menghidupkan lampu dim, artinya
dia mau lebih cepat. Kalau sudah begitu, pengawal di mobil depan
minggir,” kata sang ajudan.
Silalahi
pernah kewalahan ketika, dalam tugasnya menumpas gerakan Andi Selle,
mendapat tugas mengawal Jusuf. Pasalnya, Jusuf acapkali menghilang
menggunakan jipnya. Hal itu membuat Silalahi dan regu pengawal
ketar-ketir. Alih-alih mendengarkan keluhan dari Silalahi dkk. kemudian,
Jusuf justru dengan enteng menjawab, “Habis, panser kalian jalannya
terlalu pelan.”
Kesukaan
pada kecepatan itu membuat Jusuf kerap memilih jalur yang lebih pendek
untuk mencapai tujuan kendati jalur itu jauh lebih berbahaya. Bila
berkunjung ke Bone, Jusuf lebih suka melewati jalur memotong gunung yang
dipenuhi semak dan kanan-kirinya jurang. Suatu kali, dia mengajak
seorang pengawal. Sambil memacu jipnya, Jusuf menceritakan ada sebuah
mobil yang masuk ke jurang ketika melewati jalur itu. Sang pengawal yang
ketakutan sejak awal pun terus berpegangan pada bagian mobil alih-alih
mendengarkan keterangan Jusuf.
Baca juga: Pelajar Makassar Bernyali Besar
Hal
itu pula yang dialami Himawan ketika diminta Jusuf menemaninya napak
tilas ke Barru. Saat itu tahun 1983, Jusuf sudah menjadi
menhankam/Pangab dan Himawan sudah menjadi Kasum ABRI dengan tiga
bintang di pundak. Himawan diminta duduk di samping Jusuf yang berada di
balik kemudi. Jip Jusuf berada di urutan ketiga, di belakang sebuah
sedan Volvo dari Polri dan mobil pembuka jalan dari POM ABRI.
Dalam
perjalanan, Jusuf tak tahan lagi dengan iring-iringan yang melaju
lambat. Pedal gas pun diinjaknya lebih kuat. Dalam sekejap, mobil POM
ABRI dan kemudian sedan Volvo Polri pun disalipnya. “Wah, payah mobil si
Awaluddin ini,” kata Jusuf mengomentari sedan Volvo Polri, yang kala
itu Kapolrinya Jenderal Awaluddin Djamin. Alhasil, Jusuf telah selesai
minum dan ngobrol dengan pejabat di Barru saat rombongan baru tiba 40
menit kemudian.
Usai
kunjungan, Himawan kembali harus menahan nafas lantaran harus kembali
merasakan kengerian ngebut disupiri panglima ABRI. Kendati jalan menuju
Bandara Hasanuddin berliku, Jusuf justru makin “gila”. Laju jipnya dia
geber dengan kecepatan rata-rata 140km/jam. Hal itu membuat Himawan kian
kencang menggenggam pegangan di bagian depan mobil. Dia tak ingat lagi
apa saja yang dikatakan Jusuf ketika dalam perjalanan banyak bercerita.
Konsentrasi Himawan hanya tertuju pada keselamatan.
Himawan
baru lega ketika jip tiba di bandara. Kepada Kolonel Sintong
Pandjaitan, orang yang diminta Jusuf menyediakan jip, dan Kasdam Brigjen
Bachtiar, Himawan pun mengeluhkan perjalanan yang baru dialaminya.
“Wah, Pak Jusuf itu gila betul menyetirnya. Kalau terbalik gimana ya?”
kata Himawan yang langsung disambut tawa Sintong dan Bachtiar. Yang
disebut terakhir hanya berkomentar singkat, “Ya begitulah beliau itu.
Dulu malah jalannya belum sebagus sekarang, tapi ngebutnya sama juga.”
Menurut
Jusuf, kegemarannya ngebut bukan tanpa alasan. “Kalau kau membawa oto
secara cepat, biasanya yang mau mencegat kita berpikir dulu. Paling
tidak, susah untuk dijadikan sasaran sniper,” katanya.
Hobi
Jusuf itu kerap “memakan korban”. Himawan hanya satu di antaranya.
Korban paling parah adalah seorang yang dikisahkan mantan komandan
Jusuf, Mayjen Andi Mattalatta. Dalam otobiografinya, Meniti Siri’ dan Harga Diri, Mattalatta mengisahkan kejadian itu berlangsung saat Jusuf hendak menghadiri resepsi pernikahannya di Barru, 5 Oktober 1951.
Baca juga: Cerita dari Stadion Andi Mattalatta
Karena
baru tiba dari Jakarta, Jusuf berupaya buru-buru ke Barru menggunakan
jip. Mengetahui hal itu, Nyonya Alimbachri yang sangat ingin menghadiri
resepsi Mattalata, segera menumpang Jusuf. Jusuf mengizinkan,
perjalanannya ke Barru tak sendirian.
“Makassar-Barru
yang jauhnya 100 km, ditempuhnya kurang dari sejam. Di belakang duduk
sendirian Nyoya Alimbachri. Setelah Kapten TNI Andi Jusuf tiba di tempat
resepsi, barulah beliau menoleh ke belakang melihat penumpangnya.
Tiba-tiba beliau heran, karena tidak ada orang yang duduk di belakang.
Ternyata, penumpangnya sudah pingsan dan terjatuh di lantai mobil.
Memang Kapten TNI Andi Jusuf senang ngebut. Sampai beliau berbintang
empat, masih senang ngebut,” kata Mattalatta.
sumber: https://historia.id/histeria/articles/panglima-doyan-ngebut
Komentar
Posting Komentar